program kb

April 12, 2010

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG Di Indonesia sejak zaman dahulu dipakai jamu dan obat yang maksudnya untuk mencegah kehamilan. Di Irian Jaya telah lama mereka mengenal ramuan dari daun-daun yang khasiatnya mencegah kehamilan. Di dalam masyarakat hindu Bali sejak dulu hanya ada nama untuk 4 orang anak, yang mungkin suatu cara untuk menganjurkan supaya pasangan suami istri mengatur kelahiran-kelahiran anaknya hanya sampai empat. Penduduk sebagai modal dasar pembangunan adalah titik sentral dalam mewujudkan Pembangunan berkelanjutan. Sudah sama-sama kita ketahui bahwa penduduk yang besar dan berkualitas akan menjadi aset yang bermanfaat bagi pembangunan,begitupun sebaliknya, penduduk yang besar tapi rendah kualitasnya akan menjadi beban pembangunan. Dengan demikian, keberhasilan dalam mengendalikan pertumbuhan penduduk dan mengembangkan kualitas penduduk serta keluarga akan memperbaiki segala segi pembangunan dan mempercepat terwujudnya masyarakat yang sejahtera. Pada tahun 2006 lalu jumlah penduduk Indonesia berjumlah 222 juta jiwa, dan pada tahun 2007 naik menjadi 227 juta jiwa, padahal pada tahun 2000 berjumlah 205,8 juta jiwa (SP 2000). Jadi, sudah jelas bahwa setiap tahun, secara kuantitas, penduduk Indonesia terus bertambah. Dengan jumlah tersebut mengantarkan Indonesia menjadi negara keempat terbanyak penduduknya di dunia. Namun “prestasi” tersebut diimbangi dengan peningkatan secara kualitas. Berdasarkan Human Development Indices/UNDP tahun 2008, posisi kualitas penduduk dilihat dari indeks pembangunan manusia (IPM), Indonesia berada pada peringkat ke-109 dari 179 negara dengan nilai 0,726. Dengan posisi tersebut Indonesia hanya berada satu peringkat lebih tinggi dibanding Vietnam yang menempati peringkat 109. Sementara, Malaysia, Thailand , dan Philipina sudah jauh lebih berhasil, masing-masing menempati peringkat 61, 74, dan 84 (HDI Report 2006) BAB II TINJAUAN TEORITIS PROGRAM KB PADA ZAMAN DAHULU Dulu, sebelum adanya program dari pemerintah dalam mengontrol pertumbuhan penduduk, KB, Keluarga Berencana, orang mampu mengontrol kehamilan dengan tanpa menggunakan alat-alat KB yang ada sekarang. Sebagai contoh, orang dari Daerah Jawa, saya mengambil contoh dari Mbah Saya, mampu melahirkan anak dengan tenggang waktu 5 tahun sekali, itu dilakukan tanpa menggunakan alat KB, bagaimana carannya?, Weton, atau hari kelahiran ibu, sangat berpengaruh terhadap berhasilnya hasil campur istri dan suami, karena dengan Weton ini dapat dihitung, hari apa saja anda boleh campur untuk mendapatkan anak dan hari apa aja anda tidak boleh campur untuk tidak mendapatkan anak. Untuk mendapatkan hari Weton anda, disarankan untuk mencari tanggalan yang menggunakan tanggalan jawa, dulu biasanya setiap tanggalan ada tiga system di cantumnkan, masehi, islami dan jawani. Saya mendapat data bahwa, untuk tidak hamil, seorang ibu tidak boleh campur di hari Wetonnya, dalam artian, bila anda lahir di hari Rabu Wage, maka anda tidak boleh campur di hari yang sesuai dengan weton anda tersebut, tanggal berapapun itu ditiap bulan masehinya. Kemudian, yang satu lagi adalah, untuk tidak hamil, anda tidak boleh campur di hari ganjil setelah hari Weton anda, masih dalam contoh di atas, bila Weton anda Rabu Wage, berarti hari Jumat, Minggu dan Selasa merupakan hari ganjil Weton anda, repot yah? Mungkin hal ini tidak masuk di akal kita yah.. namun, untuk mereka yang masih belom memiliki anak, perhatikan deh, mungkin juga system kuno di atas bisa dijadikan acuan, tidak ada salahnya toh dicoba, mungkin anda selalu campur di hari-hari yang disebutkan di atas. Tapi, untuk anda yang tidak ingin hamil, saya tidak menjamin untuk kebenaran system di atas, jangan di coba-coba kalau ragu, lain hal dengan yang ingin hamil, kalo yang menghindari kehamilan bisa kebablasan nanti… .Pada awal kepemimpinan pak Harto, Puskesmas dan Posyandu menjadi ujung tombak sekaligus implementasi program di bidang kesehatan. Pelayanan kesehat-an dan posyandu yang tersebar sampai ke desa terpencil berhasil menekan angka kematian bayi, mengendalikan penyebaran penyakit menular dan memperbaiki kondisi masyarakat secara fisik Sejarah mencatat, vaksin cacar pertama kali di dunia berhasil dikembangkan oleh Bio Farma. Karena itu oleh WHO Indonesia dinyatakan bebas dari cacar sekaligus polio pada tahun 1974. Posyandu dengan menyertakan Pendidikan Kesejahteraan Keluarga atau PKK juga berhasil mengatasi gizi buruk. Di sekolah dasar (SD) pada hari-hari tertentu disediakan menutambahanberupabuburkacanghijau, susudan makananbergizi lainnya serta pemeriksaan kesehatan oleh Unit Kesehatan Sekolah (UKS).Pendirian Puskesmas yang diawali Bung Karno berkembang pesat di era Pak Harto. Melalui pro-gram Inpres sarana kesehatan pada tahun 1994 hingga 1995 telah dibangun 6.984 Unit Puskesmas, 20.477 Unit Puskesmas Pembantu dan 3794 Unit Rumah Dinas untuk dokter di daerah terpencil. Untuk meningkatkan mobilitas pelayanan kesehatan, pemerintah juga mengadakan ratusan Unit Puskesmas Keliling dengan kendaraan ber-motor roda empat dan perahu motor. Dalam me-menuhi kebutuhan tenaga medis, Pak Harto mengupayakan penempatan dokter di daerah-daerah tertinggal yang dikenal dengan program dokter Inpres Desa Tertinggal (IDT). Pada tahun 1994-1995 telah ditempatkan lebih dari 3000 dokter PTT dan 800 dokter gigi PTT, jumlah tersebut terus meningkat untuk tahun-tahun berikutnya. Gebrakan menarik lain adalah pengadaanbidan ketika akseptor dan calon akseptor Keluarga Berencana (KB) sernakin merebak diberbagai pelosok desa dan tidak bisa lagi dilayani dokter, karena padukuhan tempat tinggal mereka jauh dari Puskesmas. Memperhatikan kondisi demikian Pak Harto menggelar Inpres Bidan (crash program pengadaan bidan) dengan membuka sekolah bidan di mana-mana dan dalam 3 tahun kebutuhan akan bidan terpenuhi “Saya inget betul saat saya melapor kepada Menteri Kesehatan. Sekarang akseptor di desa sudah banyak sekali tidakbisa dilayani dokter di Puskesmas karena Puskesmas danpedukuhanjauh. Sedangkan bidan di seluruh Indonesia hanya ada 8000 sementara jumlah desa ada 65.000. Saya minta bidan kepada Menteri Kesehatan. Kata menteri kesehatan waktu itu bikin bidan itu tidak semudah seperti apa yang kamu bayangkan. Lalu akhirnya pak Harto mengatakan, ya sudah kalau memang itu tidak mudah, kita lakukan usaha secara khusus kita adakan inpres bidan (Crash Program). Akhirmya dibuka sekolah bidan di mana-mana dan dalam waktu 3 tahun kebutuhan bidan dapat dipenuhi, setiap desa ada bidan,” kenang Prof Dr Haryono Suyono Tanpa KB Musibah Untuk menekan pertumbuhan penduduk sekaligus meningkatkan kesejahteraan keluarga, pemerintah era Pak Harto mengadakan program Keluarga Berencana. Tahunl968 dibentuk Lembaga Keluarga Berencana Nasional (LKBN) – dengan sta-tus lembaga semi pemerintah – dan awal Pemba-ngunan Lima Tahun (PELITA) pertama, tepatnya tahun 1970 melalui Keppres Nomor 8 pemerintah mengumumkan pembentukan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Pada akhir pelita V tahun 1993 laju pertum-buhan penduduk berhasil ditekan menjadi 1,66 persen dan angka kematian kasar menurun menjadi 7,9 per 1000 penduduk Keberhasilan pro-gram KB di Indonesia diakui oleh dunia interna-sional sehingga tahun 1989 Pak Harto mendapat penghargaan dari UNFPA, PBB Prestasi Pak Harto di bidang kependudukan dan program Keluarga Berencana memang mem-banggakan. “Saya kira para akseptor KB seluruh Indonesia yang jumlahnya saat ini sekitar 35-40 juta akan sangat terkesan dengan komitmen yang diberikan oleh Pak Harto. Karena Pak Harto mulai sebagai Kepala Negara pada tahun 1967-1968 sudah mulai memikirkan, kemudian menandatangani deklarasi kependudukan. Baru kemudian tahun 1970 Lembaga KB Nasional (LKBN) yang didirikan beliau diresmikan menjadi BKKBN,” urai Prof Haryono, mantan Kepala BKKBN era Pak Harto dan pernah menjadi Menko Kesra dan Taskin era Presiden BJ Habibie.Tentang relevansi program KB di era kini, Kepala BKKBN kedua sejak tahun 1983 dan seba-gai Menteri Negara Kependudukan dan Kepala BKKBN sejak tahun 1993 ini mengungkapkan, dengan peserta KB yang begitu banyak tentu saja program KB sangat relevan. Tentunya dengan bentuk kampanye yang berbeda “Kalau dulu kesadaran KB itu masih rendah, sekarang sudah tinggi. Barangkali apa yang dikatakan Kepala BKKBN Pak dr Sugiri beberapa hari yang lalu bahwa peserta KB menjadi ujung tombak untuk mengadakan kampanye kepada anaknya juga cucunya, sangat tepat. Sekarang ini yang masih mengganjal adalah tidak saja keser-taan KB harus terus dilestarikan, tetapi harus juga diperhatikan karena kesertaan KB itu tiap-tiap tahun akan berkurang. Dalam perhitungan saya antara 3 sampai 4 juta itu istirahat, karena tidak lagi subur (usia subur) dan ganti generasi yang baru lagi. Jadi, sangat relevan KB untuk digalak-kan,” tegas Sang Begawan KB ini. Dr Marius Widjajarta, SE Ketua Lembaga Kon-sumen Kesehatan Indonesia, dengan tegas menan-daskam, program KB sangat penting dan harus lebih digiatkan, bukan dikendorkan. “Bila program KB kendor, musibah untuk republik ini,” tukasnya. Diakui, memang pemerintah sekarang mung-kin ada kesulitan karena dahulu sentralisasi, seka-rang otonomi daerah. “Bidang kesehatan lainnya kalau tergantung oleh ‘raja-raja kecil’ yang ada di daerah itu bisa saja tidak berjalan sukses. Jadi mungkin zaman sekarang dengan adanya otonomi daerah program KB juga bisa tidak berhasil seperti zaman dahulu,” tambah Dr Marius Widjajarta, SE. Kepala BKKBN dr Sugiri Syarief menegaskan, program KB adalah program yang harus dilaksa-nakan. Hanya karena suasana dan kondisinya berbeda maka upayanya harus lebih besar daripada dahulu. Juga harus didukung dana yang memadai serta kebijakan atau membangun iklim agar upaya-upaya yang dibangun secara demokratis ini tum-buh dan berkembang dan kemudian masyarakat mengadopsinya dengan tanpa paksaan Program KB tidak segencar dulu diakui Kepala BKKBN Sugiri Syarief karena situasinya memang berbeda. “Zaman Pak Harto dan zaman sekarang, mulai dari komitmennya barangkali akan sangat berbeda. Benar Pak Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) komitmennya tinggi, tapi manakala kita ber-tanya kepada bupati dan walikota, persepsinya ber-beda-beda tentang KB. Bahkan ada yang meng-anggap bahwa KB itu tidak perlu untuk wilayah-nya, tapi banyak juga yang menganggap perlu. Jadi, variannya sangat tinggi sekali antara yang tidak peduli dengan yang sangat peduli. Ini situasi komit-men saja sudah berbeda. Kalau zaman Pak Haryono dulu dari pak Harto sampai dengan lurah tidak ada persoalan mengenai komitmen,” paparnya. “Saya menyadari ini adalah sebuah tantangan untuk pemerintah dan juga BKKBN, bagaimana masyarakat dapat dilayani dengan baik. Pemberian pelayanan dengan baik itu harus ditunjukan baik dari pejabat pemerintahan tingkat pusat sampai kebawah bahwa dia adalah pelayan masyarakat, bukan seorang feodalistis birokratis yang mempersulit. Saya kira kalau komitmen itu jika dilaksanakan oleh semua pejabat pemerintah Insya Allah baik,” tambah Kepala BKKBN. Membenarkan penuturan Sugiri Syarief, Prof Haryono menambahkan, pendekatan di era hingar bingar demokrasi memang harus berbeda. “Kalau dulu pendekatannya dari atas kebawah, barangkali sekarang masyarakat-masyarakat bawah itu harus saling isi mengisi PROGRAM KB PADA ZAMAN SEKARANG Dalam upaya mengantisipasi perubahan lingkungan strategis, di antaranya kesepakatan global dan terutama setelah diberlakukannya otonomi daerah, BKKBN melakukan perumusan kembali visi, misi, dan strategi dasar (grand strategy). Hal ini diperlukan untuk membangun kembali sendi-sendi program yang oleh berbagai kalangan disinyalir Melemah dalam era desentralisasi ini. Melalui upaya ini pula diharapkan kinerja program dapat meningkat dan sasaran-sasaran program KB nasional yang tertuang dalam RPJMN 2004-2009 dapat dicapai. Melalui visi baru “Seluruh Keluarga Ikut KB”, BKKBN diharapkan menjadi inspirator, fasilitator, dan penggerak program KBN sehingga di masa depan seluruh keluarga di Indonesia menerima ide keluarga berencana. Hal ini berarti bahwa setiap pasangan suami-istri melakukan perencanaan keluarga secara matang dan bertanggungjawab sehingga menjadi keluarga yang bahagia dan sejahtera. Pengertian “Ikut KB” bukan semata-mata menggunakan alat/metode kontrasepsi, tetapi menyangkut peran yang sangat strategis dalam pembangunan manusia melalui upaya pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, dan peningkatan kesejahteraan keluarga. Karena sejak awal dibangun untuk mengemban tugas membangun keluarga kecil bahagia dan sejahtera, maka misi yang diemban oleh BKKBN adalah “Mewujudkan Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera”. Upaya melakukan perencanaan keluarga secara cermat ini sejalan dengan upaya-upaya peningkatan kualitas penduduk melalui program pendidikan, kesehatan, dan pembangunan lainnya. Untuk mewujudkan visi dan misi tersebut, BKKBN merumuskan 5 (lima) strategi dasar yang dimaksudkan untuk memberikan daya ungkit yang besar bagi program KB nasional.Kelima strategi dasar tersebut adalah: 1) menggerakkan dan memberdayakan seluruh masyarakat dalam program KB; 2) menata kembali pengelolaan program KB; 3) memperkuat SDM operasional program KB; 4) meningkatkan ketahanan dan kesejahteraan keluarga melalui pelayanan KB; dan 5) meningkatkan pembiayaan program KB.BKKBN berupaya melaksanakan program yang sejalan dengan perkembangan wacana global, terutama dalam upaya menindaklanjuti kesepakatan-kesepakatan internasional. Dari hasil analisis, terdapat beberapa isu gender dalam program KB dan Kesehatan Reproduksi (KR), di antaranya sebagai berikut. 1. Kesehatan ibu dan bayi: a) perempuan kurang mampu memutuskan kapan hamil dan dimana melahirkan; b) sikap dan perilaku keluarga yang mengutamakan lakilaki; c) kedudukan perempuan lemah dalam keluarga dan masyarakat; d) ibu hamil tetap dituntut kerja keras; dan e) pantangan-pantangan bagi perempuan melakukan kegiatan dan makan makanan tertentu yang cukup gizi. 2. Keluarga berencana: a) kesertaan ber-KB perempaun lebih besar daripada laki-laki; b) laki-laki terdiskriminasi dalam pelayanan kontrasepsi (alat dan metode kontrasepsi tuk laki-laki terbatas); c) perempuan kurang mampu memutuskan5 metoda kontrasepsi; d) kontrol dari laki-laki sangat kuat; e) adanya anggapan bahwa KB adalah urusan perempuan; f) perempuan sering disalahkan dalam kasus infertilitas. 3. Kesehatan reproduksi remaja: a) ketidakadilan dalam tanggungjawab (keputusanuntuk aborsi menjadikan remaja perempuan terancam keselamatan jiwanya); b) ketidakadilan dalam hukum (remaja perempuan sering menjadi pihak yang dirugikan seperti tidak boleh melanjutkan sekolah karena hamil/menikah usia di usia dini) 4. IMS dan HIV/AIDS: a) perempuan dijadikan objek intervensi; b) perempuan dijadikan sumber masalah dalam praktik prostitusi; c) perempuan jadi korban penularan HIV dan AIDS. Sementara itu, isu-isu gender dalam program Keluarga Sejahtera (KS) dan Pemberdayaan Keluarga (PK) adalah sebagai berikut. 1. Aspek kemampuan fisik/materi/ekonomi: a) perempuan hanya diberikan peran dalam pekerjaan domestik; b) jabatan kepala keluarga yang mutlak diberikan kepada laki-laki; c) keterbatasan akses perempuan terhadap pengembangan potensi diri. 2. Aspek kemampuan psikis/mental spiritual: a) pola pengasuhan yang masih membedakan anak laki-laki dan perempuan; b) hubungan interaksi dengan anak belum memperhatikan usia dan masih membdakan laki-laki dan perempuan; c) mengasuh menjadi tanggungjawab ibu saja; d) laki-laki adalah pengambil keputusan Sejak diperkenalkan konsep Women in Development (WID), BKKBN berupayameningkatkan peran produktif perempuan, terutama yang berkaitan dengan pendapatan sehingga posisi perempuan tidak lagi termarginalkan. upaya ini bertujuan untuk mengangkat peran perempuan dlm “area” produktif sebagai usaha utk memperoleh/ meningkatkan pendapatan keluarga (income generating) dalam memenuhi kebutuhan hidup melalui UPPKS, Takesra, dan Kukesra. Begitu pun ketika Women and Development (WAD) mengemuka, BKKBN berupaya meningkatkan kualitas perempuan melalui family life education yang diimplementasikan melalui kegiatan Bina Keluarga Balita (BKB), Bina Keluarga Remaja (BKR), Bina Keluarga Lansia (BKL), dan Bina Lingkungan Keluarga (BLK). Ketika konsep bergeser ke Gender and Development (GAD) yang memandang pentingnya keterlibatan laki-laki dan perempuan dalam proses pembangunan, BKKBN berupaya mengangkat peran dan status perempuan dalam pengambilan keputusan di rumah tangga, terutama dalam pemilihan dan pemakaian nalat/metode kontasepsi. Selain itu, melalui metode komunikasi, informasi, edukasi (KIE), kaum perempuan diberikan wawasan mengenai kesehatan reproduksi dan hak reproduksi.Untuk meningkatkan kesertaan pria dalam ber-KB, dibentuk lembaga setingkat direktorat yang dipimpin oleh pejabat eselon II, yaitu Direktorat Partisipasi Pria. Institusi ini tidak hanya mendorong pria agar mengenakan kondom atau memilih vasektomi sebagai metode kontrasepsi, tetapi juga meningkatkan peran pria/suami dalam mendukung dan merawat istri hamil, merawat bayi, mendidik anak sesuai potensi, dan berbagi peran sebagai orangtua. Hingga saat ini, tingkat partisipasi pria dalam ber-KB masih tergolong rendah, yaitu hanya 1,5 persen dari 61,4 persen total peserta KB (SDKI2007). Dalam upaya meningkatkan partisipasi pria dalam ber-KB, kini sedang terus dikembangkan alat/metode kontrasepsi untuk pria. Begitu pun dalam upaya menurunkan angka kematian ibu (AKI) dan menurunkan angka kematian bayi dan balita (AKB), telah dibentuk Direktorat Peningkatan Kesehatan Ibu dan Anak. Dari hasil survey,

TUBERKOLOSIS

April 12, 2010

TUBERKOLOSIS

DEFENISI

Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan bakteri berbentuk batang (basil) yang dikenal dengan nama Mycobacterium tuberkulosis. Penularan penyakit ini melalui perantaraan ludah atau dahak penderita yang mengandung basil berkulosis paru. Pada waktu penderita batuk butir-butir air ludah beterbangan diudara dan terhisap oleh orang yang sehat dan masuk kedalam paru-parunya yang kemudian menyebabkan penyakit tuberkulosis paru.

Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu taha terhadap asam pada pewarnaan, Oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA), kuman TB cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam ditempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat Dormant, tertidur lama selama beberapa tahun.

Siapa yang tidak kenal dengan tuberkulosis (TB)? Penyakit ini kian populer setelah dalam beberapa waktu belakangan ini muncul di layar kaca dengan slogan baru yang disandangnya, “TB: Bukan Batuk Biasa”. Beberapa awam mungkin lebih mengenalnya dengan sebutan penyakit flek paru.

Tak disangka, TB ternyata adalah penyakit usang yang sudah ditemukan sejak jaman Mesir kuno. Meski usang, tapi penyakit ini masih belum bisa juga dibasmi di muka bumi. Sampai-sampai, TB pun memiliki hari peringatan sedunia yang jatuh setiap tanggal 24 Maret. Dengan adanya hari peringatan itu, tentu diharapkan dunia aware terhadap penyakit ini.

Diagnosis TBC

Penegakan pada penyakit TB-Paru dapat dilakukan dengan melihat keluhan/gejala klinis, pemeriksaan biakan, pemeriksaan mikroskopis, radiologik dan tuberkulin test. Pada pemeriksaan biakan hasilnya akan di dapat lebih baik, namun waktu pemeriksaaannya biasanya memakan waktu yang terlalu lama. Sehingga pada saat ini pemeriksaan dahak secara mikroskopis lebih banyak dilakukan karena sensitivitas dan spesivitasnya tinggi disamping biayanya rendah.

Seorang penderita tersangka dinyatakan sebagai penderita paru menular berdasarkan gejala batuk berdahak 3 kali. Kuman ini baru kelihatan dibawah mikroskopis bila jumlah kuman paling sedikit sekitar 5000 batang dalam 1 ml dahak. Dalam pemeriksaan ini dahak yang baik adalah dahak yang mukopurulen berwarna hijau kekuningan dan jumlahnya harus 3-5 ml tiap pengambilan. Untuk hasil yang baik spesimen dahak sebaiknya sudah dapat dikumpulkan dalam 2 hari kunjungan berurutan. Dahak yang dikumpulkan sebaiknya yang dikeluarkan sewaktu pagi.

Gambaran Penyakit Tuberkulosis Paru.

Penyakit tuberkulosis paru adalah penyakit menular yang menyerang paru-paru, penyakit ini disebabkan oleh Mycobacterium Tuberkulosis. Mikro bakteria adalah bakteri aerob, berbentuk batang, yang tidak membentuk spora. Walaupun tidak mudah diwarnai, jika telah diwarnai bakteri ini tahan terhadap peluntur warna (dekolarisasi) asam atau alkohol, oleh karena itu dinamakan bakteri tahan asam atau basil tahan asam.

Apabila seseorang sudah terpapar dengan bakteri penyebab tuberkulosis akan berakibat buruk seperti menurunkan daya kerja atau produktivitas kerja, menularkan kepada orang lain terutama pada keluarga yang bertempat tinggal serumah, dan dapat menyebabkan kematian. Pada penyakit tuberkulosis jaringan yang paling sering diserang adalah paru – paru (95,9 %). Cara penularan melalui ludah atau dahak penderita yang mengandung basil tuberkulosis paru. Pada waktu batuk butir-butir air ludah beterbangan diudara dan terhisap oleh orang yang sehat dan masuk kedalam parunya yang kemudian menyebabkan penyakit tuberkulosis paru (TB Paru). Mycobacterium Tuberkulosis dapat tahan hidup diudara kering maupun dalam keadaan dingin, atau dapat hidup bertahun-tahun dalam lemari es. lni dapat terjadi apabila kuman berada dalam sifat dormant (tidur).

Pada sifat dormant ini kuman tuberkulosis suatu saat dimana keadaan kemungkinkan untuk dia berkembang, kuman ini dapat bangkit kembali.

Pada penderita tuberkulosis paru apabila sudah terpapar dengan agent penyebabnya penyakit dapat memperlihatkan tanda-tanda seperti dibawah ini :

• Batuk-batuk berdahak lebih dari dua minggu.

• Batuk-batuk mengeluarkan darah atau pernah mengeluarkan darah.

• Dada terasa sakit atau nyeri.

• Terasa sesak pada waktu bernafas.

Adapun masa tunas (masa inkubasi) penyakit tuborkulosis paru adalah mulai dari terinfeksi sampai pada lesi primer muncul, sedangkan waktunya berkisar antara 4 – 12 minggu untuk tuberkulosis paru. Pada pulmonair progressif dan extrapulmonair, tuberkulosis biasanya memakan waktu yang lebih lama, sampai beberapa tahun.

Perioda potensi penularan, selama basil tuberkel ada pada sputum (dahak). Beberapa kasus tanpa pengobatan utau dengan pengobatan tidak adekwat mungkin akan kumat-kumatan dengan sputum positif selama beberapa tahun. Tingkat atau derajat penularan tergantung kepada banyaknya basil tuberkulosis dalam sputum, virulensi atas, basil dan peluang adanya pencemaran udara dari batuk, bersin dan berbicara keras secara umum.

Kepekaan untuk terinfeksi penyakit ini adalah semua penduduk, tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan, tua muda, bayi dan balita, Kepekaan tertinggi pada anak kurang dari tiga tahun terendah pada anak akhir usia 12-13 tahun, dan dapat meningkat lagi pada umur remaja dan awal tua.

Gejala TB pada anak sangat bervariasi dan tidak saja melibatkan organ pernafasan melainkan banyak organ tubuh lain seperti kulit (skrofuloderma), tulang, otak, mata, usus, dan organ lain. Jangan sampai salah diagnosis atau overdiagnosis!

Penularan tuberkulosis dari seseorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang terdapat dalam paru–paru penderita, pesebaran kuman tersebut diudara melalui dahak berupa droplet. Penderita TB- Paru yang mengandung banyak sekali kuman dapat terlihat langung dengan mikroskop pada pemeriksaan dahaknya (penderita bta positif) adalah sangat menular.

Penderita TB paru BTA positif mengeluarkan kuman–kuman keudara dalam bentuk droplet yang sangat kecil pada waktu batuk atau bersin. Droplet yang sangat kecil ini mengering dengan cepat dan menjadi droplet yang mengandung kuman tuberkulosis dan dapat bertahan si udara selama beberapa jam.

Droplet yang mengandung kuman ini dapat terhirup oleh orang lain. Jika kuman tersebut sudah menetap dalam paru dari orang yang menghirupnya, maka kuman mulai membelah diri (berkembang biak) dan terjadilah infeksi dari satu orang ke orang lain

Patofisiologi

  • Masuknya kuman tuberkolosis kedalam tubuh tidak selalu menimbulkan penyakit. Dipengaruhi oleh virulensi dan banyak nya basil tuberkolosis serta daya tahan tubuh manusia.
  • Segera setelah menghirup basil tuberkolosis hidup kedalam peru paru maka terjadi eksidasi dan konsolidasi  yang terbatas disebut fokus primer. Basil tuberkolosis akan menyebar, histosit mulai mengangkut  organisme tersebut ke kelenjar linfe regional melalui sakuran getah bening menuju elenjar regional sehingga terbentuk komplek primer dan mengadakan reaksi eksudasi terjadi sekitar 2-10 minggu yang mana 6-8 minggu pasca infeksinya.
  • Bersamaan dengan bentuk komplek primer terjadi pula hypersensitifitas terhadap tuberkoprotein yang dapat diketahui melalui  uji tuberkolin. Masa terjadinya infeksi sampai terbentuknya komplek primer disebut masa inkubasi.
  • Pada anak yang mengalami lesi, dalam paru dapat terjadi dimanapun terutama diferiver dekat pleura, tetapi lebih banyak terjadi dilapangan bawah paru dibanding dengan lapangan atas. Juga terdapat pembesaran kelenjar regional serta penyembuhannya mengarah ke klasifikasi dan penyebarannya lebih banyak terjadi melalui hematongan.
  • Pada reaksi radang dimana lekosit polimorfonuklear tampak pada alveoli dan memfagosit bakteri namun tidak membunuhnya.kemudian basil menyebar kelinfe dan sirkulasi. Dalam beberapa minggu limposit T menjadi sensitif terhadap organisme TBC dan membebaskan limfokin yang merubah magrofak atau mengaktifkan magrofak. Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut. Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya  sehingga tidak ada nekrosis yang tertinggal,atau proses dapat berjalan terus dan bakteri atau berkembang biak dalam sel. Magkrofak yang mengadakan  infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limposit. Nekrosis pada bagian sentral memberikan gambaran yang relatif padat pada keju yang disebut nekrosis kaseosa.
  • Terdapat 3 macam penyebaran secara patogen pada tuberkolosis anak; penyebaran hematogen tersembunyi yang kemudian menimbulkan gejala atau tanpa gejala klinis, penyebaran milier, biasanya sekaligus dan menimbulkan gejala akut, kadang-kadang kronis penyebaran hematogen berulang.

Etiologi

ü  Mycobaterium tuberculosa

ü  Mycobaterium bovis

ü  Faktor yang menyebabkan seseorang terinfeksi oleh mycobacterium tuberculosis:

ü  Herediter: resistensi seseorang terhadap infeksi kemungkinan diturunkan secara genetik

ü  Usia: pada bayi kemungkinan terinfeksi sangat tinggi

ü  Pada masa puber dan remaja dimana terjadi masa pertumbuhan yang cepat, kemungkinan infeksi cukup tinggi karena diit yang tidak adekuat

ü  Keadaan stres

ü  Meningkatkan sekresi tiroid adrenal yang menekan reaksi inflamasidan memudahkan untuk penyebarluaskan infeksi

ü  Anak yang mendapatkan terapi kortikosteroid kemungkinan terifeksi lebih mudah

ü  Nutrisi: status nutrisi yang kurang

ü  Infeksi berulang: HIV measles, pertusis

ü  Tidak mematuhi aturan pengobatan

.

Klasifikasi Penyakit Tuberkulosis

Pada penyakit tuberkulosis dapat diklasifikasikan yaitu tuberkulosis paru dan tuberkulosis ekstra paru. Tuberkulosis paru merupakan bentuk yang paling sering dijumpai yaitu sekitar 80% dari semua penderita. Tuberkulosis yang menyerang jaringan paru – paru ini merupakan satu–satunya bentuk dari TB yang mudah tertular.

Tuberkulosis ekstra paru merupakan bentuk penyakit TBC yang menyerang organ tubuh lain, selain paru–paru seperti pleura, kelenjar limpe, persendian tulang belakang, saluran kencing, susunan syaraf pusat dan pusat. Pada dasarnya penyakit TBC ini tidak pandang bulu karena kuman ini dapat menyerang semua organ – organ dari tubuh.

Manifestasi klinis

Gejala utama TB paru adalah batuk lebih dari 4 minggu dengan atau tanpa sputum malaise gejala flu demam derajat rendah nyeri dada dan batuk darah.

Gejala klinis

–          Tahap asimitomatis

–          Gejala TB paru yang khas, kemudian stognasi dan regresi

–          Eksoserbasi yang membusuk

–          Gejala berulang dan menjadi kronik

Tanda tanda pemeriksaan fisik

–          Tanda infiltrat (redup bronkal ronki basah dll)

–          Tanda pemeriksaan paru, diafrakma dan mediastrium

–          Sekret disaluran nafas dan ronki

–          Suara nafas amfosik karena adanya kualitas yang berhubungan langsung dengan bronkus.

Cara Penularan :
Sumber penularana adalah penderita TB BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman keudara dalam bentuk Droplet (percikan Dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan diudara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup kedalam saluran pernapasan. Selama kuman TB masuk kedalam tubuh manusia melalui pernapasan, kuman TB tersebut dapat menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran linfe,saluran napas, atau penyebaran langsung kebagian-nagian tubuh lainnya.
Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut dianggap tidak menular.
Kemungkinan seseorang terinfeksi TB ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.

faktor yang mempengaruhi  Tuberkolosis

Untuk terpapar penyakit TBC pada seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti: status sosial ekonomi, status gizi, umur jenis kelamin, dan faktor toksis untuk lebih jelasnya dapat kita jelaskan seperti uraian dibawah ini :

1. Faktor Sosial ekonomi

Disini sangat erat dengan keadaan rumah, kepadatan hunian, lingkungan perumahan, lingkungan dan sanitasi tempat bekrja yang buruk dapat memudahkan penularan TBC. Pendapatan keluarga sangat erat juga dengan penularan TBC, karena pendapatan yang kecil membuat orang tidak dapat hidup layak dengan memenuhi syarat – syarat kesehatan.

2. Status Gizi.

Keadaan malnutrisi atau kekurangan kalori, protein, vitamin, zat besi dan lain – lain akan mempengaruhi daya tahan tubuh seseorang sehingga rentan terhadap penyakit termasuk TB-Paru. Keadaan ini merupakan faktor penting yang berpengaruh di negara miskin, baik pada orang dewasa maupun pada anak – anak.

3. Umur.

Penyakit TB-Paru paling sering ditemukan pada usia muda atau usia produktif (15-50 ) tahun. Dewasa ini dengan terjadinya transisi demografi menyebabkan usia harapan hidup lansia menjadi lebih tinggi. Pada usia lanjut lebih dari 55 tahun sistem imunologis seseorang menurun, sehingga sangat rentan terhadap berbagai penyakit, termasuk penyakit TB Paru.

4. Jenis Kelamin.

Penyakit TB-paru cenderung lebih tinggi pada jenis pada jenis kelamin laki –laki dibandingkan perempuan. Menurut WHO, sedikitnya dalam periode setahun ada sekitar 1 juta perempuan yang meninggal akibat TB-paru, dapat disimpulkan bahwa pada kaum perempuan lebih banyak terjadi kematian yang disebabkan oleh TB-Paru dibandingkan dengan akibat proses kehamilan dan persalinan. Pada jenis kelamin laki – laki penyakit

ini lebih tinggi karena merokok tembakau dan minum alkohol sehingga dapat menurunkan sistem pertahannan tubuh, sehingga lebih mudah dipaparkan dengan agent penyebab TB-Paru.

Pemeriksaan laboratorium

Darah: leukosit meningkat LED meningkat

Serologi: uji mycobacterium TB

Sputum: kasus pada TB paru dahak yang mengandung basil tahan asam merupakan satu2 nya pegangan diaoknostik TB paru

Pemeriksaan sputum (positif) apabila sekurang kurangnya ditemukan kuman 3 batang dalam satu sendian

Tes tuberkolin: masih banyak dipakai untuk menegakkan diagnosis, dipakai tes montouh yaitu menyuntikkan 0,1 CC tuberkulin

Tes tuberkulin, mengatakan apakah seseorangpernah atau sedang terinfeksi.

Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan adalah hitung sel darah, laju endap darah, urinalisis, enzim hati dalam serum (SGOT/SGPT). Asam urat sebaiknya diperiksa apabila akan diberikan pirazinamid dan penglihatan harus diperiksa bila diberikan ethambutol. Pungsi lumbal sebaiknya dilakukan pada TB milier atau bila ada tanda-tanda kecurigaan TB milier atau meningitis TB.

Foto rontgen harus diambil dari 2 sisi yaitu postero-anterior dan lateral. Gambaran yang umum terlihat adalah pembesaran kelenjar hilus atau paratrakea. Dapat juga ditemukan kolaps atau konsolidasi dengan hiperinflasi lokal yang terjadi akibat obstruksi bronkus parsial. Diagnosis banding pembesaran kelenjar hilus/paratrakea pada anak adalah infeksi Mycoplasma, atau keganasan (limfoma sel T dan neuroblastoma). Hasil foto rontgen sebaiknya diinterpretasikan oleh radiolog yang kompeten dan berpengalaman, tegas Prof Cissy. Pada beberapa kasus, interpretasi foto rontgen sulit dilakukan sehingga CT-Scan mungkin diperlukan.

UKK Respirologi IDAI 2007 menyusun sistim skoring yang dapat digunakan sebagai uji tapis bila sarana memadai. Bila skor ≥6, beri OAT selama 2 bulan, lalu evaluasi. Bila respon positif maka terapi diteruskan, tetapi bila tidak ada respon, rujuk ke rumah sakit untuk ditinjau lebih lanjut. Rujukan ke rumah sakit dilakukan sesegera mungkin bila ditemukan tanda-tanda bahaya seperti gambaran milier pada foto rontgen, gibbus, skrofuloderma, dan terdapat tanda infeksi sistim saraf pusat (kejang, kaku kuduk, kesadaran menurun), serta kegawatan lain.

WHO membuat kriteria anak yang diduga (suspected) menderita TB, bila:

1.       sakit, dengan riwayat kontak dengan seseorang yang diduga atau dikonfirmasi menderita TB paru;

2.       tidak kembali sehat setelah sakit campak atau batuk rejan (whooping cough);

3.       mengalami penurunan berat badan, batuk, dan demam yang tidak berespon dengan antibiotik saluran nafas;

4.       terdapat pembesaran abdomen, teraba massa keras tak terasa sakit, dan ascites;

5.       terdapat pembesaran kelenjar getah bening superfisial, tidak terasa sakit, dan berbatas tegas;

6.       mengalami gejala-gejala yang mengarah ke meningitis atau penyakit sistim saraf pusat.

Tabel 1. Sistim Skoring Diagnosis TB Anak
0 1 2 3
Kontak

Uji tuberkulin

Berat badan

Demam

Batuk

Pembesaran kelenjar

Tulang

Rontgen dada

Negatif

❤ minggu

Normal

Positif TB, BTA (-)

Penurunan berat badan

+

≥3 minggu

≥1 cm, tidak nyeri

Bengkak

Malnutrisi berat

Suggestive TB

BTA (+)

Positif

Penatalaksanaan

Obat anti TB (oat)

Harus diberikan dalam kombinasi sedikitnya dua obat yang bersifat bakteriosid dengan atau tanpa obat ketiga

Tujuan pemberian oat

–          Membuat konversi sputum  BTA positif menjadi negatif secepat mungkin melalui kegiatan bakteri

–          Mencegah kekambuhan dalam tahun pertama setelah pengobatan dengan kegiatan sterilisasi

–          Menghilangkan atau mengurangi gejala lesi melalui perbaikan daya tahan imunologis

Prinsip penatalaksaan TB anak adalah lebih cepat mengobati daripada terlambat agar komplikasi tidak terjadi. Bila dianamnesis dan diperiksa, anak kemungkinan besar menderita TB maka beri OAT selama 2 bulan. Lalu, observasi apakah terdapat perbaikan klinis. Bila ya, lanjutkan OAT lagi (total 6-12 bulan); tetapi bila tidak, mungkin bukan TB atau TB resisten terhadap OAT.

Lama pengobatan TB berkisar 6-12 bulan yang dibagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif dan fase lanjutan. Pada fase intensif, OAT yang diberikan adalah rifampisin, isoniazid, dan pirazinamid selama 2 bulan pertama. Sedangkan fase lanjutan hanya diberikan rifampisin dan isoniazid selama sisa waktu pengobatan. Waktu yang diperlukan untuk mengobati TB boleh dibilang lama, dengan tujuan mencegah terjadinya resistensi obat, membunuh kuman intraselular dan ekstraselular, serta mengurangi kemungkinan terjadinya relaps.

Respon anak terhadap OAT (farmakokinetik) berbeda dengan dewasa. Toleransi anak terhadap dosis OAT per kilogram berat badan lebih tinggi. Efek samping hepatitis akibat isoniazid dan rifampisin lebih banyak ditemukan pada anak. Maka dari itu, dianjurkan untuk memeriksa rutin uji faal hati sebelum pengobatan, setelah 2 minggu dan 1 bulan pengobatan.

Dosis OAT pada anak harus mengacu pada dosis per kilogram berat badan. Karena OAT yang tersedia di pasaran berbentuk tablet untuk orang dewasa, maka saat diberikan kepada anak, tablet itu harus digerus menjadi puyer. Tak hanya itu, isoniazid, rifampisin, dan pirazinamid tidak boleh dicampur menjadi satu puyer sebab dapat mengganggu bioavailabilitas rifampisin.

Berbicara mengenai minum OAT, tidak hanya sekedar minum tetapi juga patuh. Kepatuhan minum OAT meliputi benar obat (right drugs), benar dosis (right doses), dan benar waktu pemberian (right intervals) – tertuang dalam program Direct Observed Therapy (DOT) – menjadi bagian yang sangat krusial. Orang tua atau pengasuh anak dapat dijadikan pengawas minum obat yang bertugas mengawasi anak agar tidak lupa minum OAT. Dilaporkan pada tahun 1999, sekitar 82,9% anak menjalankan program DOT, dan 94,8% diantaranya menunaikannya sampai tuntas. DOT juga berhasil mengurangi risiko terjadinya TB resisten terhadap OAT.

Pengobatan TB pada bayi dan anak pada dasarnya sama dengan TB dewasa. OAT diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah dan dosis yang tepat selama 6-9 bulan supaya kuman dapat dibunuh. Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan tahap lanjutan. Tahap intensif dimaksudkan untuk menghentikan proses penyakit. Tahap ini harus dilaksanakan dengan pengawasan ketat untuk mencegah terjadinya kekebalan obat selama 2 bulan. Sedangkan tahap lanjutan dimaksudkan agar semua kuman yang dorman (tidur) terbunuh. Pemberian obat kombinasi lebih sedikit tetapi dalam jangka waktu lebih panjang yaitu 4 bulan. Semua tahap OAT diberikan setiap hari dalam satu dosis sebelum makan pagi.

PENGOBATAN TBC

Pengobatan TBC Kriteria I (Tidak pernah terinfeksi, ada riwayat kontak, tidak menderita TBC) dan II (Terinfeksi TBC/test tuberkulin (+), tetapi tidak menderita TBC (gejala TBC tidak ada, radiologi tidak mendukung dan bakteriologi negatif) memerlukan pencegahan dengan pemberian INH 5–10 mg/kgbb/hari.

  1. Pencegahan (profilaksis) primer
    Anak yang kontak erat dengan penderita TBC BTA (+).
    INH minimal 3 bulan walaupun uji tuberkulin (-).
    Terapi profilaksis dihentikan bila hasil uji tuberkulin ulang menjadi (-) atau sumber penularan TB aktif sudah tidak ada.
  2. Pencegahan (profilaksis) sekunder
    Anak dengan infeksi TBC yaitu uji tuberkulin (+) tetapi tidak ada gejala sakit TBC.
    Profilaksis diberikan selama 6-9 bulan.

Obat yang digunakan untuk TBC digolongkan atas dua kelompok yaitu :

  • Obat primer : INH (isoniazid), Rifampisin, Etambutol, Streptomisin, Pirazinamid.
    Memperlihatkan efektifitas yang tinggi dengan toksisitas yang masih dapat ditolerir, sebagian besar penderita dapat disembuhkan dengan obat-obat ini.
  • Obat sekunder : Exionamid, Paraaminosalisilat, Sikloserin, Amikasin, Kapreomisin dan Kanamisin.

Dosis obat antituberkulosis (OAT)

Obat Dosis harian
(mg/kgbb/hari)
Dosis 2x/minggu
(mg/kgbb/hari)
Dosis 3x/minggu
(mg/kgbb/hari)
INH 5-15 (maks 300 mg) 15-40 (maks. 900 mg) 15-40 (maks. 900 mg)
Rifampisin 10-20 (maks. 600 mg) 10-20 (maks. 600 mg) 15-20 (maks. 600 mg)
Pirazinamid 15-40 (maks. 2 g) 50-70 (maks. 4 g) 15-30 (maks. 3 g)
Etambutol 15-25 (maks. 2,5 g) 50 (maks. 2,5 g) 15-25 (maks. 2,5 g)
Streptomisin 15-40 (maks. 1 g) 25-40 (maks. 1,5 g) 25-40 (maks. 1,5 g)
Pengobatan TBC pada orang dewasa
  • Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3
    Selama 2 bulan minum obat INH, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol setiap hari (tahap intensif), dan 4 bulan selanjutnya minum obat INH dan rifampisin tiga kali dalam seminggu (tahap lanjutan).
    Diberikan kepada:

    • Penderita baru TBC paru BTA positif.
    • Penderita TBC ekstra paru (TBC di luar paru-paru) berat.
  • Kategori 2 : HRZE/5H3R3E3
    Diberikan kepada:

    • Penderita kambuh.
    • Penderita gagal terapi.
    • Penderita dengan pengobatan setelah lalai minum obat.
  • Kategori 3 : 2HRZ/4H3R3
    Diberikan kepada:

    • Penderita BTA (+) dan rontgen paru mendukung aktif.

Pengobatan TBC pada anak

Adapun dosis untuk pengobatan TBC jangka pendek selama 6 atau 9 bulan, yaitu:

  1. 2HR/7H2R2 : INH+Rifampisin setiap hari selama 2 bulan pertama, kemudian INH +Rifampisin setiap hari atau 2 kali seminggu selama 7 bulan (ditambahkan Etambutol bila diduga ada resistensi terhadap INH).
  2. 2HRZ/4H2R2 : INH+Rifampisin+Pirazinamid: setiap hari selama 2 bulan pertama, kemudian INH+Rifampisin setiap hari atau 2 kali seminggu selama 4 bulan (ditambahkan Etambutol bila diduga ada resistensi terhadap INH).

Pengobatan TBC pada anak-anak jika INH dan rifampisin diberikan bersamaan, dosis maksimal perhari INH 10 mg/kgbb dan rifampisin 15 mg/kgbb.

Dosis anak INH dan rifampisin yang diberikan untuk kasus:

TB tidak berat
INH : 5 mg/kgbb/hari
Rifampisin : 10 mg/kgbb/hari
TB berat (milier dan meningitis TBC)
INH : 10 mg/kgbb/hari
Rifampisin : 15 mg/kgbb/hari
Dosis prednison : 1-2 mg/kgbb/hari (maks. 60 mg)

Daftar pustaka

Klik untuk mengakses fkm-kintoko.pdf

http://www.majalah-farmacia.com/rubrik/one_news.asp?IDNews=463

http://www.infeksi.com/articles.php?lng=in&pg=57

http://agnes.ismailf http://images.google.co.id/images?hl=id&client=firefox-a&channel=s&rls=org.mozilla:en-US:official&um=1&q=tuberkulosis+paru&sa=N&start=108&ndspahmi.org/wp/archives/330

http://www.medicastore.com/tbc/pengobatan_tbc.htm

http://www.tbindonesia.or.id/tbnew/penemuan-penderita-tb-pada-anak/article/11/00030052/4

http://cybermed.cbn.net.id/cbprtl/Cyberwoman/pda/detail.aspx?x=Hot+Topic&y=Cyberwoman|0|0|8|117

PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN DALAM KEGIATAN ALAM TERBUKA

April 12, 2010

PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN DALAM KEGIATAN ALAM TERBUKA
I. PENDAHULUAN
Kegiatan Alam Terbuka (KAT) adalah suatu kegiatan yang dilaksanakan di lokasi yang masih alami baik berupa hutan, perbukitan, pantai dll. Kegiatan di alam terbuka saat ini banyak dilakukan oleh masyarakat sebagai salah satu alternatif wisata, kegiatan pendidikan dan bahkan penelitian. Selain untuk tujuan-tujuan tersebut, kegiatan ini juga bermanfaat untuk mengenal Kebesaran Illahi melalui keajaiban alam yang merupakan ciptaan-Nya berupa berbagai keneragaman hayati yang sangat beraneka ragam yang masing-masing memiliki keunikan tersendiri.
II. DEFINISI
Pertolongan Pertama (PP) adalah perawatan pertama yang diberikan kepada orang yang mendapat kecelakaan atau sakit yang tiba-tiba datang sebelum mendapatkan pertolongan dari tenaga medis. Ini berarti:
1. Pertolongan Pertama harus diberikan secara cepat walaupun perawatan selanjutnya tertunda.
2. Pertolongan Pertama harus tepat sehingga akan meringankan sakit korban bukan menambah sakit korban.
III. DASAR-DASAR PERTOLONGAN PERTAMA
Pertolongan Pertama merupakan tindakan pertolongan yang diberikan terhadap korban dengan tujuan mencegah keadaan bertambah buruk sebelum si korban mendapatkan perawatan dari tenaga medis resmi. Jadi tindakan Pertolongan Pertama (PP) ini bukanlah tindakan pengobatan sesungguhnya dari suatu diagnosa penyakit agar si penderita sembuh dari penyakit yang dialami. Pertolongan Pertama biasanya diberikan oleh orang-orang disekitar korban yang diantaranya akan menghubungi petugas kesehatan terdekat. Pertolongan ini harus diberikan secara cepat dan tepat sebab penanganan yang salah dapat berakibat buruk, cacat tubuh bahkan kematian.
Namun sebelum kita memasuki pembahasan kearah penanggulangan atau pengobatan terhadap luka, akan lebih baik kita berbicara dulu mengenai pencegahan terhadap suatu kecelakaan (accident), terutama dalam kegiatan di alam bebas. Selain itu harus kita garis bawahi bahwa situasi dalam berkegiatan sering memerlukan bukan sekedar pengetahuan kita tentang pengobatan, namun lebih kepada pemahaman kita akan prinsip-prinsip pertolongan terhadap korban. Sekedar contoh, beberapa peralatan yang disebutkan dalam materi ini kemungkinan tidak selalu ada pada setiap kegiatan, aka kita dituntut kreatif dan mampu menguasai setiap keadaan.

a. Prinsip Dasar
Adapun prinsip-prinsip dasar dalam menangani suatu keadaan darurat tersebut diantaranya:
1. Pastikan Anda bukan menjadi korban berikutnya. Seringkali kita lengah atau kurang berfikir panjang bila kita menjumpai suatu kecelakaan. Sebelum kita menolong korban, periksa dulu apakah tempat tersebut sudah aman atau masih dalam bahaya.
2. Pakailah metode atau cara pertolongan yang cepat, mudah dan efesien. Hindarkan sikap sok pahlawan. Pergunakanlah sumberdaya yang ada baik alat, manusia maupun sarana pendukung lainnya. Bila Anda bekerja dalam tim, buatlah perencanaan yang matang dan dipahami oleh seluruh anggota.
3. Biasakan membuat cataan tentang usaha-usaha pertolongan yang telah Anda lakukan, identitas korban, tempat dan waktu kejadian, dsb. Catatan ini berguna bila penderita mendapat rujukan atau pertolongan tambahan oleh pihak lain.
b. Sistematika Pertolongan Pertama
Secara umum urutan Pertolongan Pertama pada korban kecelakaan adalah :
1. Jangan Panik
Berlakulah cekatan tetapi tetap tenang. Apabila kecelakaan bersifat massal, korban-korban yang mendapat luka ringan dapat dikerahkan untuk membantu dan pertolongan diutamakan diberikan kepada korban yang menderita luka yang paling parah tapi masih mungkin untuk ditolong.
2. Jauhkan atau hindarkan korban dari kecelakaan berikutnya.
Pentingnya menjauhkan dari sumber kecelakaannya adalah untuk mencegah terjadinya kecelakan ulang yang akan memperberat kondisi korban. Keuntungan lainnya adalah penolong dapat memberikan pertolongan dengan tenang dan dapat lebih mengkonsentrasikan perhatiannya pada kondisi korban yang ditolongnya. Kerugian bila dilakukan secara tergesa-gesa yaitu dapat membahayakan atau memperparah kondisi korban.
3. Perhatikan pernafasan dan denyut jantung korban.
Bila pernafasan penderita berhenti segera kerjakan pernafasan bantuan.
1. Pendarahan.
Pendarahan yang keluar pembuluh darah besar dapat membawa kematian dalam waktu 3-5 menit. Dengan menggunakan saputangan atau kain yang bersih tekan tempat pendarahan kuat-kuat kemudian ikatlah saputangan tadi dengan dasi, baju, ikat pinggang, atau apapun juga agar saputangan tersebut menekan luka-luka itu. Kalau lokasi luka memungkinkan, letakkan bagian pendarahan lebih tinggi dari bagian tubuh.
5. Perhatikan tanda-tanda shock.
Korban-korban ditelentangkan dengan bagian kepala lebih rendah dari letak anggota tubuh yang lain. Apabila korban muntah-muntah dalm keadaan setengah sadar, baringankan telungkup dengan letak kepala lebih rendah dari bagian tubuh yang lainnya. Cara ini juga dilakukan untuk korban-korban yang dikhawatirkan akan tersedak muntahan, darah, atau air dalam paru-parunya. Apabila penderita mengalami cidera di dada dan penderita sesak nafas (tapi masih sadar) letakkan dalam posisi setengah duduk.
6. Jangan memindahkan korban secara terburu-buru.
Korban tidak boleh dipindahakan dari tempatnya sebelum dapat dipastikan jenis dan keparahan cidera yang dialaminya kecuali bila tempat kecelakaan tidak memungkinkan bagi korban dibiarkan ditempat tersebut. Apabila korban hendak diusung terlebih dahulu pendarahan harus dihentikan serta tulang-tulang yang patah dibidai. Dalam mengusung korban usahakanlah supaya kepala korban tetap terlindung dan perhatikan jangan sampai saluran pernafasannya tersumbat oleh kotoran atau muntahan.
7. Segera transportasikan korban ke sentral pengobatan.
Setelah dilakukan pertolongan pertama pada korban setelah evakuasi korban ke sentral pengobatan, puskesmas atau rumah sakit. Perlu diingat bahwa pertolongan pertama hanyalah sebagai life saving dan mengurangi kecacatan, bukan terapi. Serahkan keputusan tindakan selanjutnya kepada dokter atau tenaga medis yang berkompeten.
IV. KASUS-KASUS KECELAKAAN ATAU GANGGUAN DALAM KEGIATAN ALAM TERBUKA
Berikut adalah kasus-kasus kecelakaan atau gangguan yang sering terjadi dalam kegiatan di alam terbuka berikut gejala dan penanganannya:
a. Pingsan (Syncope/collapse) yaitu hilangnya kesadaran sementara karena otak kekurangan O2, lapar, terlalu banyak mengeluarkan tenaga, dehidrasi (kekurangan cairan tubuh), hiploglikemia, animea.
Gejala
• Perasaan limbung
• Pandangan berkunang-kunang
• Telinga berdenging
• Nafas tidak teratur
• Muka pucat
• Biji mata melebar
• Lemas
• Keringat dingin
• Menguap berlebihan
• Tak respon (beberapa menit)
• Denyut nadi lambat
Penanganan
1. Baringkan korban dalam posisi terlentang
2. Tinggikan tungkai melebihi tinggi jantung
3. Longgarkan pakaian yang mengikat dan hilangkan barang yang menghambat pernafasan
4. Beri udara segar
5. Periksa kemungkinan cedera lain
6. Selimuti korban
7. Korban diistirahatkan beberapa saat
8. Bila tak segera sadar >> periksa nafas dan nadi >> posisi stabil >> Rujuk ke instansi kesehatan
b. Dehidrasi yaitu suatu keadaan dimana tubuh mengalami kekurangan cairan. Hal ini terjadi apabila cairan yang dikeluarkan tubuh melebihi cairan yang masuk. Keluarnya cairan ini biasanya disertai dengan elektrolit (K, Na, Cl, Ca). Dehidrasi disebabkan karena kurang minum dan disertai kehilangan cairan/banyak keringat karena udara terlalu panas atau aktivitas yang terlalu berlebihan.
Gejala dan tanda dehidrasi
Dehidrasi ringan
• Defisit cairan 5% dari berat badan
• Penderita merasa haus
• Denyut nadi lebih dari 90x/menit
Dehidrasi sedang
• Defisit cairan antara 5-10% dari berat badan
• Nadi lebih dari 90x/menit
• Nadi lemah
• Sangat haus
Dehidrasi berat
• Defisit cairan lebih dari 10% dari berat badan
• Hipotensi
• Mata cekung
• Nadi sangat lemah, sampai tak terasa
• Kejang-kejang
Penanganan

1. Mengganti cairan yang hilang dan mengatasi shock
2. mengganti elektrolit yang lemah
3. Mengenal dan mengatasi komplikasi yang ada
4. Memberantas penyebabnya
5. Rutinlah minum jangan tunggu haus
c. Asma yaitu penyempitan/gangguan saluran pernafasan.
Gejala
• Sukar bicara tanpa berhenti, untuk menarik nafas
• Terdengar suara nafas tambahan
• Otot Bantu nafas terlihat menonjol (dileher)
• Irama nafas tidak teratur
• Terjadinya perubahan warna kulit (merah/pucat/kebiruan/sianosis)
• Kesadaran menurun (gelisah/meracau)
Penanganan
1. Tenangkan korban
2. Bawa ketempat yang luas dan sejuk
3. Posisikan ½ duduk
4. Atur nafas
5. Beri oksigen (bantu) bila diperlukan
d. Pusing/Vertigo/Nyeri Kepala yaitu sakit kepala yang disebabkan oleh kelelahan, kelaparan, gangguan kesehatan dll.
Gejala
• Kepala terasa nyeri/berdenyut
• Kehilangan keseimbangan tubuh
• Lemas
Penanganan
1. Istirahatkan korban
2. Beri minuman hangat
3. beri obat bila perlu
4. Tangani sesuai penyebab
e. Maag/Mual yaitu gangguan lambung/saluran pencernaan.
Gejala
• Perut terasa nyeri/mual
• Berkeringat dingin
• Lemas
Penanganan
1. Istirahatkan korban dalam posisi duduk ataupun berbaring sesuai kondisi korban
2. Beri minuman hangat (teh/kopi)
3. Jangan beri makan terlalu cepat
f. Lemah jantung yaitu nyeri jantung yang disebabkan oleh sirkulasi darah kejantung terganggu atau terdapat kerusakan pada jantung.
Gejala
• Nyeri di dada
• Penderita memegangi dada sebelah kiri bawah dan sedikit membungkuk
• Kadang sampai tidak merespon terhadap suara
• Denyut nadi tak teraba/lemah
• Gangguan nafas
• Mual, muntah, perasaan tidak enak di lambung
• Kepala terasa ringan
• Lemas
• Kulit berubah pucat/kebiruan
• Keringat berlebihan
Tidak semua nyeri pada dada adalah sakit jantung. Hal itu bisa terjadi karena gangguan pencernaan, stress, tegang.
Penanganan
1. Tenangkan korban
2. Istirahatkan
3. Posisi ½ duduk
4. Buka jalan pernafasan dan atur nafas
5. Longgarkan pakaian dan barang barang yang mengikat pada badan
6. Jangan beri makan/minum terlebih dahulu
7. Jangan biarkan korban sendirian (harus ada orang lain didekatnya)
f. Histeria yaitu sikap berlebih-lebihan yang dibuat-buat (berteriak, berguling-guling) oleh korban; secara kejiwaan mencari perhatian.
Gejala
• Seolah-olah hilang kesadaran
• Sikapnya berlebihan (meraung-raung, berguling-guling di tanah)
• Tidak dapat bergerak/berjalan tanpa sebab yang jelas
Penanganan
1. Tenangkan korban
2. Pisahkan dari keramaian
3. Letakkan di tempat yang tenang
4. Awasi
g. Mimisan yaitu pecahnya pembuluh darah di dalam lubang hidung karena suhu ekstrim (terlalu panas/terlalu dingin)/kelelahan/benturan.
Gejala
• Dari lubang hidung keluar darah dan terasa nyeri
• Korban sulit bernafas dengan hidung karena lubang hidung tersumbat oleh darah
• Kadang disertai pusing
Penanganan
1. Bawa korban ke tempat sejuk/nyaman
2. Tenangkan korban
3. Korban diminta menunduk sambil menekan cuping hidung
4. Diminta bernafas lewat mulut
5. Bersihkan hidung luar dari darah
6. Buka setiap 5/10 menit. Jika masih keluar ulangi tindakan Pertolongan Pertama
h. Kram yaitu otot yang mengejang/kontraksi berlebihan.
Gejala
• Nyeri pada otot
• Kadang disertai bengkak
Penanganan
1. Istirahatkan
2. Posisi nyaman
3. Relaksasi
4. Pijat berlawanan arah dengan kontraksi
i. Memar yaitu pendarahan yang terdi di lapisan bawah kulit akibat dari benturan keras.
Gejala
• Warna kebiruan/merah pada kulit
• Nyeri jika di tekan
• Kadang disertai bengkak
Penanganan
1. Kompres dingin
2. Balut tekan
3. Tinggikan bagian luka
J. Keseleo yaitu pergeseran yang terjadi pada persendian biasanya disertai kram.
Gejala
• Bengkak
• Nyeri bila tekan
• Kebiruan/merah pada derah luka
• Sendi terkunci
• Ada perubahan bentuk pada sendi
Penanganan
1. Korban diposisikan nyaman
2. Kompres es/dingin
3. Balut tekan dengan ikatan 8 untuk mengurangi pergerakan
4. Tinggikan bagian tubuh yang luka
k. Luka yaitu suatu keadaan terputusnya kontinuitas jaringan secara tiba-tiba karena kekerasan/injury.
Gejala
• Terbukanya kulit
• Pendarahan
• Rasa nyeri
Penanganan
1. Bersihkan luka dengan antiseptic (alcohol/boorwater)
2. Tutup luka dengan kasa steril/plester
3. Balut tekan (jika pendarahannya besar)
4. Jika hanya lecet, biarkan terbuka untuk proses pengeringan luka
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menangani luka:
1. Ketika memeriksa luka: adakah benda asing, bila ada:
o Keluarkan tanpa menyinggung luka
o Kasa/balut steril (jangan dengan kapas atau kain berbulu)
o Evakuasi korban ke pusat kesehatan
2. Bekuan darah: bila sudah ada bekuan darah pada suatu luka ini berarti luka mulai menutup. Bekuan tidak boleh dibuang, jika luka akan berdarah lagi.
l. Pendarahan yaitu keluarnya darah dari saluran darah kapan saja, dimana saja, dan waktu apa saja. Penghentian darah dengan cara
1. Tenaga/mekanik, misal menekan, mengikat, menjahit dll
1. Fisika:
• Bila dikompres dingin akan mengecil dan mengurangi pendarahan
• Bila dengan panas akan terjadinya penjedalan dan mengurangi
1. Kimia: Obat-obatan
2. Biokimia: vitamin K
3. Elektrik: diahermik
m. Patah Tulang/fraktur yaitu rusaknya jaringan tulang, secara keseluruhan maupun sebagian
Gejala
• Perubahan bentuk
• Nyeri bila ditekan dan kaku
• Bengkak
• Terdengar/terasa (korban) derikan tulang yang retak/patah
• Ada memar (jika tertutup)
• Terjadi pendarahan (jika terbuka)
Jenisnya
• Terbuka (terlihat jaringan luka)
• Tertutup
Penanganan
1. Tenangkan korban jika sadar
Untuk patah tulang tertutup
1.
1. Periksa Gerakan (apakah bagian tubuh yang luka bias digerakan/diangkat)
Sensasi (respon nyeri)
Sirkulasi (peredaran darah)
1.
1. Ukur bidai disisi yang sehat
2. Pasang kain pengikat bidai melalui sela-sela tubuh bawah
3. Pasang bantalan didaerah patah tulang
4. Pasang bidai meliputi 2 sendi disamping luka
5. Ikat bidai
6. Periksa GSS
Untuk patah tulang terbuka
1.Buat pembalut cincin untuk menstabilkan posisi tulang yang mencuat
2.Tutup tulang dengan kasa steril, plastik, pembalut cincin
3.Ikat dengan ikatan V
4.Untuk selanjutnya ditangani seperti pada patah tulang tertutup

1.
Tujuan Pembidaian
1.
1.
1. Mencegah pergeseran tulang yang patah
2. memberikan istirahat pada anggota badan yang patah
3. mengurangi rasa sakit
4. Mempercepat penyembuhan
n. Luka Bakar yaitu luka yangterjadi akibat sentuhan tubuh dengan benda-benda yang menghasilkan panas (api, air panas, listrik, atau zat-zat yang bersifat membakar)
Penanganan
1. Matikan api dengan memutuskan suplai oksigen
2. Perhatikan keadaan umum penderita
3. Pendinginan
• Membuka pakaian penderita/korban
• Merendam dalam air atau air mengalir selama 20 atau 30 menit. Untuk daerah wajah, cukup dikompres air
1. Mencegah infeksi
o Luka ditutup dengan perban atau kain bersih kering yang tak dapat melekat pada luka
o Penderita dikerudungi kain putih
o Luka jangan diberi zat yang tak larut dalam air seperti mentega, kecap dll
2. Pemberian sedative/morfin 10 mg im diberikan dalam 24 jam sampai 48 jam pertama
3. Bila luka bakar luas penderita diKuasakan
4. Transportasi kefasilitasan yang lebih lengkap sebaiknya dilakukan dalam satu jam bila tidak memungkinkan masih bisa dilakukan dalam 24-48 jam pertama dengan pengawasan ketat selama perjalanan.
5. Khusus untuk luka bakar daerah wajah, posisi kepala harus lebih tinggi dari tubuh.
o. Hipotermia yaitu suhu tubuh menurun karena lingkungan yang dingin
Gejala
• Menggigil/gemetar
• Perasaan melayang
• Nafas cepat, nadi lambat
• Pandangan terganggu
• Reaksi manik mata terhadap rangsangan cahaya lambat
Penanganan
1. Bawa korban ketempat hangat
2. Jaga jalan nafas tetap lancar
3. Beri minuman hangat dan selimut
4. Jaga agar tetap sadar
5. Setelah keluar dari ruangan, diminta banyak bergerak (jika masih kedinginan)
p. Keracunan makanan atau minuman
Gejala
• Mual, muntah
• Keringat dingin
• Wajah pucat/kebiruan
Penanganan
1. Bawa ke tempat teduh dan segar
2. Korban diminta muntah
3. Diberi norit
4. Istirahatkan
5. Jangan diberi air minum sampai kondisinya lebih baik
q. Gigitan binatang gigitan binatang dan sengatan, biasanya merupakan alat dari binatang tersebut untuk mempertahankan diri dari lingkungan atau sesuatu yang mengancam keselamatan jiwanya. Gigitan binatang terbagi menjadi dua jenis; yang berbisa (beracun) dan yang tidak memiliki bisa. Pada umumnya resiko infeksi pada gigitan binatang lebih besar daripada luka biasa.
Pertolongan Pertamanya adalah:
• Cucilah bagian yang tergigit dengan air hangat dengan sedikit antiseptik
• Bila pendarahan, segera dirawat dan kemudian dibalut
Ada beberapa jenis binatang yang sering menimbulkan ganguan saat melakukan kegiatan di alam terbuka, diantaranya:
1. Gigitan Ular
Tidak semua ular berbisa, akan tetapi hidup penderita/korban tergantung pada ketepatan diagnosa, maka pad keadaan yang meragukan ambillah sikap menganggap ular tersebut berbisa. Sifat bisa/racun ular terbagi menjadi 3, yaitu:

1. Hematotoksin (keracunan dalam)
2. Neurotoksin (bisa/racun menyerang sistem saraf)
3. Histaminik (bisa menyebabkan alergi pada korban)
Nyeri yang sangat dan pembengkakan dapat timbul pada gigitan, penderita dapat pingsan, sukar bernafas dan mungkin disertai muntah. Sikap penolong yaitu menenangkan penderita adalah sangat penting karena rata-rata penderita biasanya takut mati.
Penanganan untuk Pertolongan Pertama:
1. Telentangkan atau baringkan penderita dengan bagian yang tergigit lebih rendah dari jantung.
2. Tenangkan penderita, agar penjalaran bisa ular tidak semakin cepat
3. Cegah penyebaran bias penderita dari daerah gigitan
o Torniquet di bagian proximal daerah gigitan pembengkakan untuk membendung sebagian aliran limfa dan vena, tetapi tidak menghalangi aliran arteri. Torniquet / toniket dikendorkan setiap 15 menit selama + 30 detik
o Letakkan daerah gigitan dari tubuh
o Berikan kompres es
o Usahakan penderita setenang mungkin bila perlu diberikan petidine 50 mg/im untuk menghilangkan rasa nyeri
4. Perawatan luka
o Hindari kontak luka dengan larutan asam Kmn 04, yodium atau benda panas
o Zat anestetik disuntikkan sekitar luka jangan kedalam lukanya, bila perlu pengeluaran ini dibantu dengan pengisapan melalui breastpump sprit atau dengan isapan mulut sebab bisa ular tidak berbahaya bila ditelan (selama tidak ada luka di mulut).
5. Bila memungkinkan, berikan suntikan anti bisa (antifenin)
6. Perbaikan sirkulasi darah
o Kopi pahit pekat
o Kafein nabenzoat 0,5 gr im/iv
o Bila perlu diberikan pula vasakonstriktor
7. Obat-obatan lain
o Ats
o Toksoid tetanus 1 ml
o Antibiotic misalnya: PS 4:1
2. Gigitan Lipan
Ciri-ciri
1. Ada sepasang luka bekas gigitan
2. Sekitar luka bengkak, rasa terbakar, pegal dan sakit biasanya hilang dengan sendirinya setelah 4-5 jam
Penanganan
1. Kompres dengan yang dingin dan cuci dengan obat antiseptik
2. Beri obat pelawan rasa sakit, bila gelisah bawa ke paramedik
3. Gigitan Lintah dan Pacet
Ciri-ciri
1. Pembengkakan, gatal dan kemerah-merahan (lintah)
Penanganan
1. Lepaskan lintah/pacet dengan bantuan air tembakau/air garam
2. Bila ada tanda-tanda reaksi kepekaan, gosok dengan obat atau salep anti gatal
4. Sengatan Lebah/Tawon dan Hewan Penyengat lainnya
Biasanya sengatan ini kurang berbahaya walaupun bengkak, memerah, dan gatal. Namun beberapa sengatan pada waktu yang sama dapat memasukkan racun dalam tubuh korban yang sangat menyakiti.
Perhatian:
• Dalam hal sengatan lebah, pertama cabutlah sengat-sengat itu tapi jangan menggunakan kuku atau pinset, Anda justru akan lebih banyak memasukkan racun kedalam tubuh. Cobalah mengorek sengat itu dengan mata pisau bersih atau dengan mendorongnya ke arah samping
• Balutlah bagian yang tersengat dan basahi dengan larutan garam inggris.
V. EVAKUASI KORBAN
Adalah salah satu tahapan dalam Pertolongan Pertama yaitu untuk memindahkan korban ke lingkungan yng aman dan nyaman untuk mendapatkan pertolongan medis lebih lanjut.
Prinsip Evakuasi
1.
1. Dilakukan jika mutlak perlu
2. Menggunakan teknik yang baik dan benar
3. Penolong harus memiliki kondisi fisik yang prima dan terlatih serta memiliki semangat untuk menyelamatkan korban dari bahaya yang lebih besar atau bahkan kematian
Alat Pengangutan
Dalam melaksanakan proses evakusi korban ada beberapa cara atau alat bantu, namun hal tersebut sangat tergantung pada kondisi yang dihadapi (medan, kondisi korban ketersediaan alat). Ada dua macam alat pengangkutan, yaitu:
1. Manusia
Manusia sebagai pengangkutnya langsung. Peranan dan jumlah pengangkut mempengaruhi cara angkut yang dilaksanakan.
Bila satu orang maka penderita dapat:
• Dipondong : untuk korban ringan dan anak-anak
• Digendong : untuk korban sadar dan tidak terlalu berat serta tidak patah tulang
• Dipapah : untuk korban tanpa luka di bahu atas
• Dipanggul/digendong
• Merayap posisi miring
Bila dua orang maka penderita dapat:
Maka pengangkutnya tergantung cidera penderita tersebut dan diterapkan bila korban tak perlu diangkut berbaring dan tidak boleh untuk mengangkut korban patah tulang leher atau tulang punggung.
• Dipondong : tangan lepas dan tangan berpegangan
• Model membawa balok
• Model membawa kereta
2. Alat bantu
• Tandu permanen
• Tandu darurat
• Kain keras/ponco/jaket lengan panjang
• Tali/webbing
Persiapan
Yang perlu diperhatikan:
1. Kondisi korban memungkinkan untuk dipindah atau tidak berdasarkan penilaian kondisi dari: keadaan respirasi, pendarahan, luka, patah tulang dan gangguan persendian
2. Menyiapkan personil untuk pengawasan pasien selama proses evakuasi
3. Menentukan lintasan evakusi serta tahu arah dan tempat akhir korban diangkut
4. Memilih alat
5. Selama pengangkutan jangan ada bagian tuhuh yang berjuntai atau badan penderita yang tidak dalam posisi benar.

PERAWATAN PAYUDARA

April 12, 2010

PERAWATAN PAYUDARA

• Agar bentuk payudara tetap baik, hindarilah hal-hal sebagai berikut : sering berendam dalam air hangat, sering merubah bobot, kekurangan protein, berolah raga tanpa BH, BH terlalu sempit, dan kebiasaan membungkuk.
• Untuk mengatasi payudara yang mengeras setelah melahirkan, dapat dilakukan dengan membalurkan ramuan dari sarang lebah tutur (lebah yang berwarna biru mengkilat, berubuh kecil dan sarangnya terbuat dari tanah liat). Campurkan sarang ini dengan asam kawak, beri sedikit air kemudian aduk-aduk hingga menyatu. Selanjutnya balurkan ramuan ini pada payudara.
• Balurkan daun mandokaki, setelah ditumbuk halus dan dicampur air lakukan seperti cara diatas.
• Agar payudara dapat berisi (montok) terutama bagi kaum ibu yang menyusui, lakukan dengan jalan meminum ramuan yang terbuat dari susu panas dan sepotong jahe tua. Caranya garang jahe sebesar ibu jari hingga hangus, kerik bagian yang hitam (arangnya), kemudian gepengkan dan masukkan ke dalam segelas susu hangat. Diamkan selama 1 jam sebelum diminum. Lakukan secara rutin tiap hari selama sebulan.
• Rasa nyeri pada payudara dapat berkurang kalau si penderita menghindari minum segala minuman yang mengandung kafein dan obat penghilang rasa sakit. Pengobatan tersebut berhasil bagi 8 diantara 10 orang wanita, tetapi tunggulah selama 6 bulan sampai semua sisa-sisa kafein hilang dari tubuh. Itu berarti bahwa si penderita tidak boleh lagi minum teh, kopi, coklat, atau coca cola.
• Abses terjadi akibat infeksi yang terlokalisir dan nanah terkumpul pada satu tempat. Bila terjadi hal seperti ini :
o segera pergi ke dokter, dokter akan memberi obat antibiotika. Jika sudah sangat parah, mungkin akan dilakukan pembedahan kecil untuk mengeluarkan nanah.
o selama payudara sebelah sakit, susuilah bayi dengan payudara satunya yang tidak sakit.
o pompalah air susu dari payudara yang sakit dan buanglah.
• Agar air susu keluar banyak, lancar dan cukup untuk bayi, tumbuklah ramuan yang terdiri dari akar padi/pari, akar kangkung, adas pulowaras,dan keningar sampai halus. Setelah itu dioleskan pada payudara.
• Pakailah BH yang agak kencang untuk menahan payudara dan kompreslah payudara dengan air hangat atau air dingin. Cara ini membantu mengempiskan pembengkakan dan menghilangkan rasa sakit. Caranya mula-mula kompres dengan botol air hangat, kemudian kompres dengan kantung berisi es. Lakukan bergantian beberapa kali. Keluarkan air susu dengan tangan atau pompa sebelum menyusui agar beban payudara berkurang. Minumlah obat penahan rasa sakit sesuai anjuran dokter.
• Bila ibu yang tengah menyusui payudaranya membengkak, kompreslah dengan segenggam daun cabe yang ditumbuk sampai halus dan diberinsedikit kapur sirih. Lakukan berulang-ulang selama 2 hari.
• Payudara yang kecil terjadi karena kurangnya rangsangan hormon, atau karena wanita terlalu ramping. Payudara yang kurang berkembang pada masa pubertas dapat ditolong dengan menggosokkan krim estrogen pada payudara. Akan tetapi krim ini hanyalah memperbesar saluran air susu dan bukannya lapisan zat lemak didalamnya. Pembedahan plastik dapat juga menolong. Para ahli bedah menyelipkan silikon atau kantung-kantung berisi cairan , antara payudara dengan obat pektoral. Akan tetapi payudara tersebut kadang-kadang akan mengalami infeksi di kemudian hari. Namun, bagi sebagian wanita yang sangat mencemaskan bentuk payudaranya yang terlampau kecil, maka sebuah BH berisi bantalan padat yang dipasang dalam keadaan tegak lurus dapat memberikan kekuatan terhadap obat pektoral yang letaknya disebelah bawah.
• Untuk menghindari tersumbatnya saluran air susu :
o kenakanlah BH yang agak longgar agar saluran air susu tidak tertekan.
o susui bayi agak lama supaya payudara kosong
o jika bayi sudah kenyang dan payudara masih penuh dengan air susu, pompalah keluar
o urut perlahan-lahan bagian yang bengkak agar sumbatan dapat terbuka dan air susu lancar.
o susuilah bayi dengan merubah posisi. Berikan payudara yang sakit terlebih dahulu, lalu ganti dengan payudara sebelahnya yang sehat.
• Wanita yang telah berusia setengah baya kadang-kadang payudaranya mulai mengendor. Agar dapat kencang kembali caranya sebagai berikut : ambil beberapa lembar daun sirih dan olesi minyak kelapa pada permukaannya, lalu panggang diatas api sampai layu(jangan sampai keirng). Setelah itu tempelkan di sekeliling payudara selagi hangat-hangat kuku. Bila daun sirih telah dingin, gantilah dengan yang baru. Lakukan setiap ada kesempatan. Beberapa bulan kemudian payudara akan kencang kembali.
• Kacang panjang dapat digunakan untuk mengencangkan payudara caranya tumbuklah 10 lenjar kacang panjang dan peras airnya. Balurkan air tersebut selama 3 bulan setiap dua kali seminggu.

rom

April 12, 2010

A. Pengertian
Adalah latihan gerakan sendi yang memungkinkan terjadinya kontraksi dan pergerakan otot, dimana klien menggerakan masing-masing persendiannya sesuai gerakan normal baik secara aktif ataupun pasif.
B. Tujuan
1. Mempertrahankan fungsi jantung dan pernapasan
2. Memperbaiki tonus otot
3 Meningkatkan mobilisasi sendi
4.Memperbaiki toleransi otot untuk latihan
5. Meningkatkan massa otot
6 Mengurangi kehilangan tulang.
C. Jenis ROM
ROM pasif
Perawat melakukan gerakan persendian klien sesuai dengan rentang gerak yang normal (klien pasif). Kekuatan otot 50 %
ROM aktif
Perawat memberikan motivasi, dan membimbing klien dalam melaksanakan pergerakan sendi secara mandiri sesuai dengan rentang gerak sendi normal (klien aktif). Keuatan otot 75%

D. Jenis gerakan

Fleksi
Ekstensi
Hiper ekstensi
Rotasi
Sirkumduksi
Supinasi
Pronasi
Abduksi
Aduksi
Oposisi
E. Sendi yang digerakan
1. ROM Aktif
Seluruh tubuh dari kepala sampai ujung jari kaki oleh klien sendri secara aktif.
2. ROM Pasif
Seluruh persendian tubuh atau hanya pada ekstremitas yang terganggu dan klien tidak mampu melaksanakannya secara mandiri.
§ Leher (fleksi/ekstensi, fleksi lateral)
§ Bahu tangan kanan dan kiri ( fkesi/ekstensi, abduksi/adduksi, Rotasi bahu)
§ Siku tangan kanan dan kiri (fleksi/ekstensi, pronasi/supinasi)
§ Pergelangan tangan (fleksi/ekstensi/hiperekstensi, abduksi/adduksi)
§ Jari-jari tangan (fleksi/ekstensi/hiperekstensi, abduksi/adduksi, oposisi)
§ Pinggul dan lutut (fleksi/ekstensi, abduksi/adduksi, rotasi internal/eksternal)
§ Pergelangan kaki (fleksi/ekstensi, Rotasi)
§ Jari kaki (fleksi/ekstensi)
F. Indikasi
§ Stroke atau penurunan tingkat kesadaran
§ Kelemahan otot
§ Fase rehabilitasi fisik
§ Klien dengan tirah baring lama
G. Kontra Indikasi
§ Trombus/emboli pada pembuluh darah
§ Kelainan sendi atau tulang
§ Klien fase imobilisasi karena kasus penyakit (jantung)
H. Atention
§ Monitor keadaan umum klien dan tanda-tanda vital sebelum dan setelah latihan
§ Tanggap terhadap respon ketidak nyamanan klien
§ Ulangi gerakan sebanyak 3 kali
I. mobilisasi
1. Leher, spina, serfikal
Fleksi : Menggerakan dagu menempel ke dada, rentang 45°
Ekstensi : Mengembalikan kepala ke posisi tegak, rentang 45°
Hiperektensi : Menekuk kepala ke belakang sejauh mungkin, rentang 40-45°
Fleksi lateral : Memiringkan kepala sejauh mungkin sejauh mungkin kearah setiap bahu, rentang 40-45°
Rotasi : Memutar kepala sejauh mungkin dalam gerakan sirkuler, rentang 180°
Ulangi gerakan berturut-turut sebanyak 4 kali.
2. Bahu
Fleksi : Menaikan lengan dari posisi di samping tubuh ke depan ke posisi di atas kepala, rentang 180°
Ekstensi : Mengembalikan lengan ke posisi di samping tubuh, rentang 180°
Hiperektensi : Mengerkan lengan kebelakang tubuh, siku tetap lurus, rentang 45-60°
Abduksi : Menaikan lengan ke posisi samping di atas kepala dengan telapak tangan jauh
dari kepala, rentang 180°
Adduksi : Menurunkan lengan ke samping dan menyilang tubuh sejauh mungkin, rentang 320°
Rotasi dalam : Dengan siku pleksi, memutar bahu dengan menggerakan lengan sampai ibu jari menghadap ke dalam dan ke belakang, rentang 90°
Rotasi luar : Dengan siku fleksi, menggerakan lengan sampai ibu jari ke atas dan samping kepala, rentang 90°
Sirkumduksi : Menggerakan lengan dengan lingkaran penuh, rentang 360°
Ulang gerakan berturut-turut sebanyak 4 kali.
3. Siku
Fleksi : Menggerakkan siku sehingga lengan bahu bergerak ke depan sendi bahu dan tangan sejajar bahu, rentang 150°
Ektensi : Meluruskan siku dengan menurunkan tangan, rentang 150°

4. Lengan bawah
Supinasi : Memutar lengan bawah dan tangan sehingga telapak tangan menghadap ke atas, rentang 70-90°
Pronasi : Memutar lengan bawah sehingga telapak tangan menghadap ke bawah, rentang 70-90°
Ulang gerakan berturut-turut sebanyak 4 kali.
5. Pergelangan tangan
Fleksi : Menggerakan telapak tangan ke sisi bagian dalam lengan bawah, rentang 80-90°
Ekstensi : Mengerakan jari-jari tangan sehingga jari-jari, tangan, lengan bawah berada dalam arah yang sama, rentang 80-90°
Hiperekstensi : Membawa permukaan tangan dorsal ke belakang sejauh mungkin, rentang 89-90°
Abduksi : Menekuk pergelangan tangan miring ke ibu jari, rentang 30°
Adduksi : Menekuk pergelangan tangan miring ke arah lima jari, rentang 30-50°
Ulang gerakan berturut-turut sebanyak 4 kali.
6. Jari- jari tangan
Fleksi : Membuat genggaman, rentang 90°
Ekstensi : Meluruskan jari-jari tangan, rentang 90°
Hiperekstensi : Menggerakan jari-jari tangan ke belakang sejauh mungkin, rentang 30-60°
Abduksi : Mereggangkan jari-jari tangan yang satu dengan yang lain, rentang 30°
Adduksi : Merapatkan kembali jari-jari tangan, rentang 30°
Ulang gerakan berturut-turut sebanyak 4 kali.
7. Ibu jari
Fleksi : Mengerakan ibu jari menyilang permukaan telapak tangan, rentang 90°
Ekstensi : menggerakan ibu jari lurus menjauh dari tangan, rentang 90°
Abduksi : Menjauhkan ibu jari ke samping, rentang 30°
Adduksi : Mengerakan ibu jari ke depan tangan, rentang 30°
Oposisi : Menyentuhkan ibu jari ke setiap jari-jari tangan pada tangan yang sama
Ulang gerakan berturut-turut sebanyak 4 kali.
8. Pinggul
Fleksi : Mengerakan tungkai ke depan dan atas, rentang 90-120°
Ekstensi : Menggerakan kembali ke samping tungkai yang lain, rentang 90-120°
Hiperekstensi : Mengerakan tungkai ke belakang tubuh, rentang 30-50°
Abduksi : Menggerakan tungkai ke samping menjauhi tubuh, rentang 30-50°
Adduksi : Mengerakan tungkai kembali ke posisi media dan melebihi jika mungkin, rentang 30-50°
Rotasi dalam : Memutar kaki dan tungkai ke arah tungkai lain, rentang 90°
Rotasi luar : Memutar kaki dan tungkai menjauhi tungkai lain, rentang 90°
Sirkumduksi : Menggerakan tungkai melingkar
Ulang gerakan berturut-turut sebanyak 4 kali.
9. Lutut
Fleksi : Mengerakan tumit ke arah belakang paha, rentang 120-130°
Ekstensi : Mengembalikan tungkai kelantai, rentang 120-130°
Ulang gerakan berturut-turut sebanyak 4 kali.

10. Mata kaki
Dorsifleksi : Menggerakan kaki sehingga jari-jari kaki menekuk ke atas, rentang 20-30°
Flantarfleksi : Menggerakan kaki sehingga jari-jari kaki menekuk ke bawah, rentang 45-50°
Ulang gerakan berturut-turut sebanyak 4 kali.
11. Kaki
Inversi : Memutar telapak kaki ke samping dalam, rentang 10°
Eversi : Memutar telapak kaki ke samping luar, rentang 10°
Ulang gerakan berturut-turut sebanyak 4 kali.
12. Jari-Jari Kaki
Fleksi : Menekukkan jari-jari kaki ke bawah, rentang 30-60°
Ekstensi : Meluruskan jari-jari kaki, rentang 30-60°
Abduksi : Menggerakan jari-jari kaki satu dengan yang lain, rentang 15°
Adduksi : Merapatkan kembali bersama-sama, rentang 15°
Ulang gerakan berturut-turut sebanyak 4 kali.
Perinsip Dasar Latihan ROM
1. ROM harus diulang sekitar 8 kali dan dikerjakan minimal 2 kali sehari
2. ROM di lakukan berlahan dan hati-hati sehingga tidak melelahkan pasien.
3. Dalam merencanakan program latihan ROM, perhatikan umur pasien, diagnosa, tanda-tanda vital dan lamanya tirah baring.
4. Bagian-bagian tubuh yang dapat di lakukan latihan ROM adalah leher, jari, lengan, siku, bahu, tumit, kaki, dan pergelangan kaki.
5. ROM dapat di lakukan pada semua persendian atau hanya pada bagian-bagian yang di curigai mengalami proses penyakit.
6. Melakukan ROM harus sesuai waktunya. Misalnya setelah mandi atau perawatan rutin telah di lakukan.

kdm

April 12, 2010

PEMERIKSAAN FISIK

A. DEFINISI
Pemeriksaan fisik adalah salah satu tehnik pengumpul data untuk mengetahui keadaan fisik dan keadaan kesehatan.

B. HAL – HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN DALAM PEMERIKSAAN FISIK
1. Selalu meminta kesediaan/ ijin pada pasien untuk setiap pemeriksaan
2. Jagalah privasi pasien
3. Pemeriksaan harus seksama dan sistimatis
4. Jelaskan apa yang akan dilakukan sebelum pemeriksaan (tujuan, kegunaan, cara dan bagian yang akan diperiksa)
5. Beri instruksi spesifik yang jelas
6. Berbicaralah yang komunikatif
7. Ajaklah pasien untuk bekerja sama dalam pemeriksaan
8. Perhatikanlah ekpresi/bahasa non verbal dari pasien

C. JENIS PEMERIKSAAN FISIK
1. Pemeriksaan Inspeksi
a. Definisi
Inspeksi adalah suatu tindakan pemeriksa dengan menggunakan indera penglihatannya untuk mendeteksi karakteristik normal atau tanda tertentu dari bagian tubuh atau fungsi tubuh pasien. Inspeksi digunakan untuk mendeteksi bentuk, warna, posisi, ukuran, tumor dan lainnya dari tubuh pasien.
b. Cara pemeriksaan
1) Posisi pasien dapat tidur, duduk atau berdiri
2) Bagian tubuh yang diperiksa harus terbuka (diupayakan pasien membuka sendiri pakaiannya Sebaiknya pakaian tidak dibuka sekaligus, namun dibuka seperlunya untuk pemeriksaan sedangkan bagian lain ditutupi selimut).
3) Bandingkan bagian tubuh yang berlawanan (kesimetrisan) dan abnormalitas.
4) Catat hasilnya
2. Pemeriksaan Palpasi
a. Definisi
Palpasi adalah suatu tindakan pemeriksaan yang dilakukan dengan perabaan dan penekanan bagian tubuh dengan menggunakan jari atau tangan. Palpasi dapat digunakan untuk mendeteksi suhu tubuh, adanya getaran, pergerakan, bentuk, kosistensi dan ukuran. Rasa nyeri tekan dan kelainan dari jaringan/organ tubuh. Dengan kata lain bahwa palpasi merupakan tindakan penegasan dari hasil inspeksi, disamping untuk menemukan yang tidak terlihat.
b. Cara pemeriksaan
1) Posisi pasien bisa tidur, duduk atau berdiri tergantung bagian mana yang diperiksa dan Bagian tubuh yang diperiksa harus terbuka
2) Pastikan pasien dalam keadaan rilek dengan posisi yang nyaman untuk menghindari ketegangan otot yang dapat mengganggu hasil pemeriksaan
3) Kuku jari-jari pemeriksa harus pendek, tangan hangat dan kering
4) Minta pasien untuk menarik napas dalam agar meningkatkan relaksasi otot.
5) Lakukan Palpasi dengan sentuhan perlahan-lahan yaitu dengan tekanan ringan dan sebentar-sebentar.
6) Palpasil daerah yang dicurigai, adanya nyeri tekan menandakan kelainan
7) Lakukan Palpasi secara hati-hati apabila diduga adanya fraktur tulang.
8) Hindari tekanan yang berlebihan pada pembuluh darah.
9) Lakukan Palpasi ringan apabila memeriksa organ/jaringan yang dalamnya kurang dari 1 cm.
10) Lakukan Palpasi agak dalam apabila memeriksa organ/jaringan dengan kedalaman 1 – 2,5 cm.
11) Lakukan Palpasi bimanual apabila melakukan pemeriksaan dengan kedalaman lebih dari 2,5 cm. Yaitu dengan mempergunakan kedua tangan dimana satu tangan direlaksasi dan diletakkan dibagian bawah organ/jaringan tubuh, sedangkan tangan yang lain menekan kearah tangan yang dibawah untuk mendeteksi karakteristik organ/ jaringan.
12) Rasakan dengan seksama kelainan organ/jaringan, adanya nodul, tumor bergerak/tidak dengan konsistensi padat/kenyal, bersifat kasar/lembut, ukurannya dan ada/tidaknya getaran/ trill, serta rasa nyeri raba / tekan .
13) Catatlah hasil pemeriksaan yang didapat
3. Pemeriksaan Perkusi
a. Definisi
Perkusi adalah suatu tindakan pemeriksaan dengan mendengarkan bunyi getaran/ gelombang suara yang dihantarkan kepermukaan tubuh dari bagian tubuh yang diperiksa. Pemeriksaan dilakukan dengan ketokan jari atau tangan pada permukaan tubuh. Perjalanan getaran/ gelombang suara tergantung oleh kepadatan media yang dilalui. Derajat bunyi disebut dengan resonansi. Karakter bunyi yang dihasilkan dapat menentukan lokasi, ukuran, bentuk, dan kepadatan struktur di bawah kulit. Sifat gelombang suara yaitu semakin banyak jaringan, semakin lemah hantarannya dan udara/ gas paling resonan
b. Cara pemeriksaan
1) Posisi pasien dapat tidur, duduk atau berdiri tergantung pada bagian mana yang akan diperiksa dan bagian tubuh yang diperiksa harus terbuka
2) Pastikan pasien dalam keadaan rilek dan posisi yang nyaman untuk menghindari ketegangan otot yang dapat mengganggu hasil perkusi.
3) Minta pasien untuk menarik napas dalam agar meningkatkan relaksasi otot.
4) Kuku jari-jari pemeriksa harus pendek, tangan hangat dan kering.
5) Lakukan perkusi secara seksama dan sistimatis yaitu dengan :
a) Metode langsung yaitu melakukan perkusi atau mengentokan jari tangan langsung dengan menggunakan 1 atau 2 ujung jari.
b) Metode tidak langsung dengan cara sebagai berikut :
(1) Jari tengah tangan kiri (yang tidak dominan) sebagai fleksimeter di letakkan dengan lembut di atas permukaan tubuh, upayakan telapak tangan dan jari-jari lain tidak menempel pada permukaan tubuh.
(2) Ujung jari tengah dari tangan kanan (dominan) sebagai fleksor, untuk memukul/ mengetuk persendian distal dari jari tengah tangan kiri.
(3) Pukulan harus cepat, tajam dengan lengan tetap/ tidak bergerak dan pergelangan tangan rilek.
(4) Berikan tenaga pukulan yang sama pada setiap area tubuh.
(5) Bandingkan bunyi frekuensi dengan akurat.
6) Bandingkan atau perhatikan bunyi yang dihasilkan oleh perkusi.
a) Bunyi timpani mempunyai intensitas keras, nada tinggi, waktu agak lama dan kualitas seperti drum (lambung).
b) Bunyi resonan mempunyai intensitas menengah, nada rendah, waktu lama, kualitas bergema (paru normal).
c) Bunyi hipersonar mempunyai intensitas amat keras, waktu lebih lama, kualitas ledakan (empisema paru).
d) Bunyi pekak mempunyai intensitas lembut sampai menengah, nada tinggi, waktu agak lama kualitas seperti petir (hati).
e) Bunyi kempes mempunyai intensitas lembut, nada tinggi, waktu pendek, kualitas datar (otot).
4. Pemeriksaan Auskultasi
a. Definisi
Aukultasi adalah suatu tindakan pemeriksaan dengan mendengarkan bunyi yang terbentuk di dalam organ tubuh. Hal ini dimaksudkan untuk mendeteksi adanya kelainan dengan cara membandingkan dengan bunyi normal. Auskultasi yang dilakukan di dada untuk mendengar suara napas dan bila dilakukan di abdomen mendengarkan suara bising usus.
b. Penilaian pemeriksaan auskultasi meliputi :
1) Frekuensi yaitu menghitung jumlah getaran permenit.
2) Durasi yaitu lama bunyi yang terdengar.
3) Intensitas bunyi yaitu ukuran kuat/ lemahnya suara
4) Kualitas yaitu warna nada/ variasi suara.
Pemeriksa harus mengenal berbagai tipe bunyi normal yang terdengar pada organ yang berbeda, sehingga bunyi abnormal dapat di deteksi dengan sempurna. Untuk mendeteksi suara diperlukan suatu alat yang disebut stetoskop yang berfungsi menghantarkan, mengumpulkan dan memilih frekuensi suara. Stetoskop terdiri dari beberapa bagian yaitu bagian kepala, selang karet/plastik dan telinga. Selang karet/plastik stetoskop harus lentur dengan panjang 30-40 cm dan bagian telinga stetoskop yang mempunyai sudut binaural dan bagiannya ujungnya mengikuti lekuk dari rongga telinga Kepala stetoskop pada waktu digunakan menempel pada kulit pasien. Ada 2 jenis kepala stetoskop yaitu :
1) Bel stetoskop digunakan untuk bunyi bernada rendah pada tekanan ringan, seperti pada bunyi jantung dan vaskuler. Bila ditekankan lebih kuat maka nada frekuensi tinggi terdengar lebih keras karena kulit menjadi teranggang, maka cara kerjanya seperti diafragma.
2) Diafragma digunakan untuk bunyi bernada tinggi seperti bunyi usus dan paru
c. Cara pemeriksaan
1) Posisi pasien dapat tidur, duduk atau berdiri tergantung bagian mana yang diperiksa dan bagian tubuh yang diperiksa harus terbuka
2) Pastikan pasien dalam keadaan rilek dengan posisi yang nyaman
3) Pastikan stetoskop sudah terpasang baik dan tidak bocor antara bagian kepala, selang dan telinga
4) Pasanglah ujung steoskop bagian telinga ke lubang telinga pemeriksa sesuai arah, ukuran dan lengkungannya. Stetoskop telinga
5) Hangatkan dulu kepala stetoskop dengan cara menempelkan pada telapak tangan pemeriksa atau menggosokan pada pakaian pemeriksa
6) Tempelkan kepala stetoskop pada bagian tubuh pasien yang akan diperiksa dan lakukan pemeriksaan dengan seksama dan sistimatis
7) Pergunakanlah bel stetoskop untuk mendengarkan bunyi bernada rendah pada tekanan ringan yaitu pada bunyi jantung dan vaskuler dan gunakan diafragma untuk bunyi bernada tinggi seperti bunyi usus dan paru
8) Informasikan hasil pemeriksaan dan catat pada status.

D. POSISI PEMERIKSAAN
Untuk mendapatkan hasil pemeriksaan yang optimal, maka posisi pemeriksaan sangat menentukan. Beberapa posisi yang umum dilakukan yaitu :
1. Posisi duduk dapat dilakukan di kursi atau tempat tidur. Digunakan untuk pemeriksaan pada kepala, leher, dada, jantung, paru, mamae, ektremitas atas.
2. Posisi supine (terlentang) yaitu posisi berbaring terlentang dengan kepala disangga bantal. Posisi ini untuk pemeriksaan pada kepala, leher, dada depan, paru, mamae, jantung, abdomen, ektremitas dan nadi perifer
3. Posisi dorsal recumbent yaitu posisi berbaring dengan lutut ditekuk dan kaki menyentuh tempat tidur
4. Posisi sims (tidur miring) , untuk pemeriksaan rectal dan vagina
5. Posisi Prone (telungkup), untuk evaluasi sendi pinggul dan punggung
6. Posisi lithotomi yaitu posisi tidur terlentang dengan lutut dalam keadaan fleksi. Untuk pemeriksaan rectal dan vagina
7. Posisi knee chest (menungging), untuk pemeriksaan rectal
8. Posisi berdiri yaitu untuk evaluasi abnormalitas postural, langkah dan keseimbangan.

acam-macam Posisi dalam Mekanika Tubuh
1. Posisi Fowler
Posisi fowler adalah posisi setengah duduk a.tau duduk, di mana bagian kepala tempat tidur lebih tinggi atau dinaikan. Posisi ini dilakukan untuk mempertahankan kenyamanan dan memfasilitasi fungsi pernapasan pasien. Cara:
1. Dudukkan pasien
2. Berikan sandaran pada tempat tidur pasien atau atur tempat tidur, untuk posisi semifowler (30-45 derajat) dan untuk fowler (90 derajat)
3. Anjurkan pasien untuk tetap berbaring setengah duduk

2. Posisi Sim
Posisi sim adalah posisi miring ke kanan atau miring ke kiri. Posisi ini dilakukan untuk memberi kenyamanan dan memberikan obat per anus (supositoria).
Cara:
1. Pasien dalam keadaan berbaring, kemudian miringkan ke kiri dengan posisi badan setengah telungkup dan kaki kiri lurus lutut. Paha kanan ditekuk diarahkan ke dada
2. Tangan kiri diatas kcpala atau di belakang punggung dan tangan kanan di atas tempat tidur
3. Bila pasien miring ke kanan dengan posisi badan setengah telungkup dan kaki kanan lurus, lutut, dan paha kiri ditekuk diarahkan ke dada
4. Tangan kanan di atas kepala atau di belakang punggung dan tangan kiri di atas tempat tidur
3. Posisi Trendelenburg
posisi pasiom berbaring di tempat tidur dengan bagian kepala lebih rendah daripada bagian kaki. Posisi ini dilakukan untuk mdancarkan perdaran darah ke otak.
Cara:
1. Pasien dalam keadaan be;rbaring telentang, letakan bantal di antara kepala dan ujung tempati tidur pasien, dan berikan bantal dibawah lipatan lutut.
2. Berikan balok penopang pada bagian kaki tempat tidur atau atur tempat tidur khusus dcngan meninggikan bagian kaki pasien.
4. Posisi Dorsal Recumbent
Pada posisi ini pasien berbaring tele;ntang dengan kedua lutut ficksi (ditarik atau direnggangkan) di atas tempat tidur. Posisi ini dilakukan untuk merawat dan memc;riksa genitalia scrta proses persalinan.
Cara:
1. Pasien dalam keadaan berbaring telentang, pakaian bawah di buka
2. Tekuk lutut, renggangkan paha, telapak kaki menghadap ke tempat tidur dan renggangkan kedua kaki.
3. Pasang selimut
5. Posisi Litotomi
Posisi berbaring telentang dengan mengangkat kedua kaki dan menariknya ke atas bagian perut. Posisi ini dilakukan untuk memeriksa genitalia pada proses persalinan, dan memasang alat kontrasepsi.
Cara:
1. Pasien dalam kcadaan berbaring telentang, kemudian angkat kedua paha dan tarik ke arah perut
2. Tungkai bawah membentuk sudut 90 derajat terhadap paha
3. Letakkan bagian lutut/kaki pada tempat tidur khusus untuk posisi lithotomic
4. Pasang selimut
6. Posisi Genu Pectoral
Pada posisi ini pasien menungging dengan kcdua kaki ditekuk dan dada menempel pada bagian alas tempat tidur. Posisi ini dilakukan untuk mcmc;riksa daerah rektum dan sigmoid.
Cara:
1. Anjurkan pasien untuk posisi menungging dengan kedua kaki ditekuk dan dada mencmpel pada kasur tempat tidur.
2. Pasang selimut pada pasien.

POSISI PEMERIKSAAN
Untuk mendapatkan hasil pemeriksaan yang optimal , maka posisi pemeriksaan sangat menentukan . beberapa posisi yang umum dilakukan yaitu :
a. Posisi duduk dapat dilakukan di kursi atau tempat tidur. Digunakan untuk pemeriksaan pada kepala, leher, dada, jantung, paru, mamae, ektremitas atas.
b. Posisi supine (terlentang) yaitu posisi berbaring terlentang dengan kepala disangga bantal. Posisi ini untuk pemeriksaan pada kepala, leher, dada depan, paru, mamae, jantung, abdomen, ektremitas dan nadi perifer
c. Posisi dorsal recumbent yaitu posisi berbaring dengan lutut ditekuk dan kaki menyentuh tempat tidur
d. Posisi sims ( tidur miring) , untuk pemeriksaan rectal dan vagina
e. Posisi Prone (telungkup ), untuk evaluasi sendi pinggul dan punggung
f. Posisi lithotomi yaitu posisi tidur terlentang dengan lutut dalam keadaan fleksi. Untuk pemeriksaan rectal dan vagina
g. Posisi knee chest ( menungging ), untuk pemeriksaan rectal
h. Posisi berdiri yaitu untuk evaluasi abnormalitas postural, langkah dan keseimbangan.

cara memandikan pasien

April 12, 2010

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
• Perawat bekerja dengan bervariasi klien yang memerlukan bantuan hygiene pribadi atau harus belajar teknik hygiene yang sesuai. Hygiene adalah ilmu kesehatan. Cara perawatan diri manusia untuk memelihara kesehatan mereka disebut hygiene perorangan. Cara perawatan diri menjadi rumit dikarenakan kondisi fisik atau keadaan emosional klien.
• Pemeliharaan hygiene perorangan diperlukan untuk kenyamanan individu, keamanan dan kesehatan. Seperti pada orang sehat memenuhi kebutuhan kesehatannya sendiri, pada orang sakit atau tantangan fisik memelukan bantuan perawat untuk melakukan praktek kesehatan yang rutin. Selain itu, beragam faktor pribadi dan sosial budaya mempengaruhi praktek hygiene klien. Perawat menentukan kemampuan klien untuk melakukan perawaan diri dan memberikan perawatan hygiene menurut kebutuhan dan pilihan klien.
• Memandikan klien merupakan bagian perawatan hygiene total. Mandi dapat dikategorisasikan sebagai pembersihan atau terapetik. Mandi adalah salah satu cara mempertahakan kebersihan kulit. Mandi akan membantu menciptakan suasana rileks, menstimulasi sirkulasi pada kulit, meningkatkan rentang gerak selama mandi, meningkatkan citra diri dan menstimulasi kecepatan maupun kedalaman respirasi.
• Ketika klien tidak mampu mandi atau melakukan perawatan kulit pribadi maka perawat memberikan bantuan penting atau mengajarkan keluarga atau temannya bagaimana memberikan hygiene dengan cara dan pada waktu yang tepat. Interaksi antara perawat dan klien selama mandi atau perawatan kulit akan memberi perawat kesempatan untuk mengembangkan hubungan yang berarti dengan klien.
• Mengganti alat tenun (bad making) atau yang lebih dikenal dengan merapikan tempat tidur merupakan bagian personal hygiene karena tempat tidur yang bersih dan rapi memberikan keamanan dan kenyamanan untuk peningkatan kesejahteraan pasien.

1.2 Permasalahan
Adapun permasalahan yang kami angkat dalam makalah ini adalah bagaimana teknik-teknik memandikan pasien di tempat tidur dan bad making.

1.3 Tujuan
a. Untuk mengetahui bagaimana cara memandikan pasien di tempat tidur dengan tepat dan benar.

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1 Dasar Teori
* Beberapa pasien mungkin harus dimandikan di tempat tidur. Pasien lain dengan izin dokter diperbolehkan untuk mandi tub atau mandi shower. Perawatann mandi dengan air hangat dan sabun yang lembut diberikan untuk menghilangkan kotoran dan keringat, meningkatan sirkulasi dan memberikan latihan ringan pada pasien.
* Mandi parsial atau mandi sebagian di tempat tidur termsuk memandikan hanya bagian badan yang dapat menyebabkan ketidaknyamanan atau bau jika tidak mandi (misalnya tangan, muka, daerah perineal dan axilla).

2.2 Tujuan Tindakan
Tujuan Tindakan memandikan pasien di tempat tidur
1. Membersihkan badan
2. Memberikan perasaan segar
3. Merangsang peredaran darah, otot-otot, dan urat saraf bagian periver (saraf tepi)
4. Sebagai pengobatan
5. Mencegah timbulnya luka dan komplikasi pada kulit
6. Mendidik penderita dalam kebersihan perorangan

2.3 Prinsip memandikan pasien
1. Bersih
2. Menjaga privasi

2.4 Indikasi
Indikasi memandikan pasien di tempat tidur
1. Semua pasien untuk memenuhi kebutuhan hygienenya

2.5 Alat dan Bahan
Alat dan Bahan tindakan memandikan pasien di tempat tidur
1. Baskom mandi dua buah, masing-masing beridi air dingin dan air hangat
2. Pakaian pengganti
3. Kain penutup
4. Handuk dua buah
5. Sarung tangan pengusap badan (Washcloth) dua buah
6. Tempat untuk pakaian kotor
7. Sampiran
8. Sabun
9. Bedak, deodorant, lotion
10. Stik menicure, sikat kuku, neirbekken (perawatan kuku)
11. Sisir, sampo (perawatan rambut)
12. Sikat gigi, pasta gigi (perawatan mulut dan gigi)

BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Cara Kerja
Cara kerja tindakan Memandikan Pasien di Tempat Tidur
1. Jelaskan prosedur pada pasien
2. Cuci tangan . Ingatlah untuk mencuci tangan, mengidentifikasi pasien dan memberikan privasi
3. Siapkan semua peralatan yang diperlukan.
4. Pastikan semua jendela dan pintu dalam keadaan tertutup.
5. Atur posisi pasien.
6. Lepaskan pakaian tidur pasien dan letakkan di tempat pakaian kotor ( pasien dianggap tidak memakai infus)
a. Longgarkan pakaian mulai dari leher
b. Lepaskan pakaian menuruni lengan
c. Pastikan bahwa pasien diselimuti dengan selimut mandi .
d. Jika pada saat itu pasien sedang diinfus:
1) Lepaskan pakaian dari lengan yang tidak diinfus
2) Gulung lengan pakaian itu ke belakang badan dan melewati lengan dan lokasi yang diinfus. Hati-hati dengan selang infus.
3) Lipat bahan pakaian itu dengan satu tangan sehingga tidak ada tarikan atau tekanan pada selang dan perlahan-lahan turunkan pakaian melewati ujung jari
4) Dengan tangan yang lain, angkat selang infus dari tiangnya dan masukkan dalam lipatan pakaian (gbr 6) pastikan untuk tidak merendahkan botol infus. Tarik pakaiannya (gbr 7), kembalikan botol infus ke tiang penggantungnya.

7. Bantulah pasien untuk bergerak ke sisi tempat tidur yang dekat dengan anda. Mulailah dengan yang trjauh dari anda.
8. Lipat handuk wajah di tepi atas selimut mandi agar tetap kering. Pakai sarung tangan jika perlu.
9. Buat sarung tangan dengan meliapat washcloth di sekitar tangan.
a. Basahi washcloth.
b. Basuh mata pasien, gunakan ujung handuk yang berbe.
c. Usap dari dalam keluar.
d. Jangan menggunakan sabun dekat mata.
e. Jangan menggunakan sabun pada wajah kecuali permintaan pasien.
10. Bilas washcloth dan beri sabun jika pasien menginginkan. Peras washcloth, jangan meninggalkan sabun dalam air.
11. Basuh dan bilas wajah, telinga dan lehernya dengan baik, gunakan handuk untuk mengeringkannya.
12. Buka lengan pasien yang terjauh (terjauh dari anda). Tutupi ranjang dengan handuk mandi yang diletakkan di bawah lengan.
a. Basuh,dengan arah akral (ujung) ke arah axilla, bilas dan keringkan lengan dan tangan.
b. Pastikan axilla bersih dan kering.
c. Ulangi untuk lengan yang lain (lengan yang terdekat dari anda).
d. Pakaikan deodorant dan bedak jika pasien memintanya atau membutuhkannya.
Perawatan Kuku.
a. Letakkan tangan dalam baskom air, rendam kurang lebih selama 2 menit dan sikat dengan beri sabun bila kotor. Basuh tangan dengan hati-hati. Bilas dan keringkan. Tekan kutikula (dasar kuku) dengan lembut menggunakan handuk ketika mengeringkan jari tangan.
b. Letakkan tangan di nierbekken. Bersihkan kuku bagian dalam stik manikur. Bentuk kuku dengan emery board. Hati-hati jangan memotong kuku terlalu pendek. Jangan memotong kuku jika pasien diabetes.
13. Tutupi dada pasien dengan handuk mandi. Kemudian lipat selimut sampai ke pinggang di bawah handuk :
a. Basuh, bilas dan keringkan bagian dada .
b. Bilas dan keringkan lipatan di bawah payudara pasien wanita untuk menghindari iritasi kulit.
c. Beri sedikit bedak jika perlu sesuai dengan ketentuan fasilitas.
d. Jangan biarkan bedak menempel.
14. Lipat selimut mandi sampai ke daerah pubis (tempat genitalia eksterna). Basuh, bilas dan keringkan daerah abdomen. Lipat selimut mandi ke atas untuk menutupi perut dan dada. Ambil handuk dari bawah selimut mandi.
15. Minta pasien untuk menekuk lututnya, jika mungkin. Lipat handuk mandi ke atas agar paha, tungkai dan kaki terbuka. Tutupi ranjang dengan handuk mandi.
a. Letakkan baskom mandi di atas handuk.
b. Letakkan kaki pasien di dalam baskom .
c. Basuh dan bilas tungkai dan kaki.
d. Pada saat memindahkan kaki, topang kaki dengan benar.
16. Angkat kaki dan pindahkan baskom ke sisi lain tempat tidur. Keringkan tungkai dan kaki. Keringkan dengan baik sela-sela jari kaki.
17. Ulangi untuk tungkai dan kaki yang lain. Angkat baskom dari tempat tidur sebelum mengeringkan tungkai dan kaki.
18. Lakukan perawatan kuku jika perlu. Usapkan lotion pada kaki pasien yang berkulit kering.
19. Bantu pasien untuk miring ke arah yang berlawanan dengan anda. Bantu pasien untuk bergerak ke tengah tempat tidur. Letakkan handuk mandi memanjang berdekatan dengan punggung pasien.
a. Basuh, bilas dan keringkan leher, punggung dan bokong.
b. Gunakan usapan yang tegas dan memanjang ketika membasuh punggung. Beri lotion, massage
20. Usapan punggung biasanya dilakukan pada saat ini. Bantu pasien telentang.
21. Letakkan handuk di bawah bokong dan tungkai atas. Letakkan washcloth, sabun, baskom,dan handuk mandi dalam jangkauan pasien.
22. Minta pasien untuk menyelesaikan mandinya dengan membersihkan genitalianya. Bantulah pasien jika perlu. Anda harus mengambil alih tanggung jawab tersebut, jika pasien mengalami kesulitan. Seringkali pasien merasa enggan uuntuk meminta bantuan. Jika membantu pasien, gunakan sarung tangan sekali pakai.
a. Untuk pasien wanita,basuh dari depan ke belakang, keringkan dengan hati-hati.
b. Untuk pasien pria, pastikan untuk membasuh dan mengeringkan penis, scrotum, dan daerah pangkal paha dengan hati-hati.
23. Lakukan latihan rentang gerak sesuai perintah.
24. Tutupi bantal dengan handuk. Lakukan perawatan rambut, sisir atau sikat rambut pasien. Perawatan mulut biasanya diberikan pada saat ini.
25. Letakkan handuk-handuk dan washcloth di tempat linen kotor.
26. Siapkan pakaian bersih. Jika pasien memakai infus, tanyakan pada perawat sebelum melakukan prosedur a sampai f. Tanyakan apakah pakaian (1) dimasukkan melewati lengan yang terpasang infus atau (2) tidak memasukkan lengan hanya menutupi bahu (seperti jika pasien memakai infus multiple atau pompa infus) jika keadaannya seperti nomor 1, maka:
a. Pegang lengan baju di sisi selang infus dengan satu tangan.
b. Angkat botol infus dari tiangnya, pertahankan ketinggiannya.
c. Selipkan botol infus melalui lengan bahu dari bagian dalam dan gantung kembali botol infus tersebut.
d. Tarik baju sepanjang selang infus sampai ke tempat tidur.
e. Masukkan pakaian melalui tangan. Lakukan dengan hati-hati agar tidak mempengaruhi area infusan.
f. Posisikan pakaian pada lengan yang terpasang selang infus. Kemudian masukkan lengan yang satunya.
27. Bersihkan dan kembalikan alat-alat.
28. Letakkan washcloth dan handuk-handuk bersih di sandaran sisi tempat tidur atau gantung.
29. Ganti linen setelah melakukan prosedur merapikan tempat tidur occupied. Ganti dan letakkan linen kotor pada tempat linen kotor.
30. Lakukan semua tindakan penyelesaian prosedur.
31. Ingatlah untuk mencuci tangan anda.
32. Laporkan penyelesaian tugas dan mendokumentasikan waktu, memandikan di tempat tidur dan reaksi pasien.

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb
Syukur alhamdulillah penulis aturkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan berkat-Nya,akhirnya penulis dapat menyelesaikan tugas KDM yang berjudul MEMANDIKAN PPASIEN DI TEMPAT TIDUR.
Tugas ini dibuat untuk melengkapi tugas KDM pada semester III, dengan dosen pembimbing NS. WENNY LAZDIA.S.Kep.
Penulis telah berusaha semaksimal mungkin dan jika ada kesalahan penulis mengharapkan kritikan dan saran membangun dari semua pihak,agar tugas ini semakin baik dimasa yang akan datang. Mudah-mudahan tugas ini bermanfaat untuk kita semua terutama untuk penulis sendiri.

Bukittinggi,27 Januari 2010

Penulis

PENUTUP
KESIMPULAN
Didalam makalah ini membahas tentang cara memandikan pasien di tempat tidur.
Memandikan pasien di tempat tidur dilakukan apabila pasien tersebut tidak dapat melaksanaka personal hygine sendiri dan harus membutuhkan bantuan perawat.
Memandikan pasien berguna untuk menjaga kebersihan diri pasien, menjaga kesehatan kulit dan memberikan kenyamanan untuk pasien.
Untuk memandikan pasien di tempat tidur seorang perawat harus memiliki kepandaian dan keahlian serta perawat juga harus mengetahui alat dan bahan yang digunakan serta prosedur kerja nya.

MEMANDIKAN PASIEN DI TEMPAT TIDUR
OLEH :
1. AISYA RIANDINI
2. BUJANG
3. DESIANA HERIDA YANTI
4. GUSTINA
5. INTAN PERMATA SARI
6. KIKI OKTRI MALDI
7. NELLA YULFA DINA
8. RIKI EKA PUTRA
9. ROZA FEBRINA
10. SILVI NEZI ASWITA
11. YESIKA DONI PERMANA
12. YUSNITA SUSANTI
DOSEN PEMBIMBING : NS. WENNY LAZDIA.S.Kep

STIKES FORT DE KOCK
BUKITTINGGI
TAHUN AJARAN 2010/2011

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
BAB I PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG ………………………………………………………………………
2. PERMASALAH ……………………………………………………………………………
3. TUJUAN ……………………………………………………………………………………
BAB II TINJAUAN TEORITIS
1. DASAR TEORI …………………………………………………………………………….
2. TUJUAN TINDAKAN ……………………………………………………………………
3. PRINSIP MEMANDIKAN PASIEN ……………………………………………………
4. INDIKASI ………………………………………………………………………………….
5. ALAT DAN BAHAN ……………………………………………………………………..
BAB III PEMBAHASAN
1. CARA KERJA ………………………………………………………………………………
BAB IV PENUTUP
KESIMPULAN ………………………………………………………………………………….

Sklerosis

April 12, 2010

Sklerosis
Jump to: navigation , search Langsung ke: navigasi, cari
Multiple sclerosis Sklerosis
Classification and external resources Klasifikasi & sumber eksternal

Demyelinization by MS. Demyelinization oleh MS. The CD68 colored tissue shows several macrophages in the area of the lesion. Yang CD68 jaringan berwarna menunjukkan beberapa makrofag di daerah lesi. Original scale 1:100 Asli skala 1:100
. [ 3 ] Multiple sclerosis (disingkat MS, juga dikenal sebagai disebarluaskan sclerosis atau Encephalomyelitis disseminata) adalah penyakit di mana lemak myelin sarung di sekitar akson otak dan sumsum tulang belakang rusak, yang menyebabkan demyelination dan bekas luka serta spektrum yang luas tanda-tanda dan gejala. [1] awal penyakit biasanya terjadi pada dewasa muda, dan adalah lebih umum pada wanita. [1] ini memiliki prevalensi yang berkisar antara 2 dan 150 per 100.000. [2] MS pertama kali dijelaskan pada 1868 oleh Jean-Martin Charcot. [3]
. MS mempengaruhi kemampuan sel-sel saraf di otak dan sumsum tulang belakang untuk berkomunikasi dengan satu sama lain. Sel saraf berkomunikasi dengan mengirimkan sinyal-sinyal listrik yang disebut tindakan potensi bawah serat panjang yang disebut akson, yang dibungkus dalam sebuah isolasi zat yang disebut myelin.. Di MS, tubuh sistem kekebalan tubuh sendiri menyerang dan merusak myelin. Ketika myelin terputus, akson tidak dapat lagi melakukan sinyal efektif. [4] Nama multiple sclerosis mengacu pada bekas luka (scleroses-lebih dikenal sebagai plak atau lesi) dalam masalah putih otak dan sumsum tulang belakang, yang terutama terdiri dari myelin. [3] Walaupun banyak yang diketahui tentang mekanisme yang terlibat dalam proses penyakit, penyebab tidak diketahui.. [ 4 ] [ 5 ] Lingkungan yang berbeda faktor risiko juga telah ditemukan. [4] [5]
Hampir setiap neurologis gejala dapat muncul dengan penyakit, dan sering berkembang menjadi fisik dan kognitif cacat. [4] MS mengambil beberapa bentuk, dengan gejala-gejala baru yang terjadi baik dalam diskrit serangan (kambuh bentuk) atau perlahan terakumulasi dari waktu ke waktu (bentuk progresif). [ 6] Di antara serangan, gejala boleh pergi jauh sama sekali, tapi tetap masalah-masalah neurologis sering terjadi, terutama karena kemajuan penyakit. [6]
. Perawatan upaya untuk kembali berfungsi setelah sebuah serangan, mencegah serangan baru, dan mencegah kecacatan. MS obat dapat memiliki efek buruk atau menjadi buruk ditoleransi, dan banyak pasien mengejar pengobatan alternatif, sekalipun tidak ada studi ilmiah yang mendukung. sangat sulit untuk memprediksi; itu tergantung pada subtipe penyakit, individu ciri-ciri penyakit pasien, gejala awal dan tingkat kecacatan orang waktu pengalaman sebagai kemajuan Harapan Hidup pasien hampir sama dengan yang dari populasi tidak terpengaruh.
Sistemik Lupus Eritematosus
Pendahuluan
Background Latar belakang
Systemic lupus erythematosus (SLE) is a multiorgan system autoimmune disease with numerous immunological and clinical manifestations. Sistemik lupus erythematosus (SLE) adalah penyakit autoimun sistem multiorgan dengan berbagai imunologi dan manifestasi klinis. It is characterized by an autoantibody response to nuclear and cytoplasmic antigens. Hal ini ditandai oleh tanggapan autoantibody nuklir dan antigen sitoplasma. The disease mainly involves the skin, joints, kidneys, blood cells, and nervous system. Melibatkan terutama penyakit kulit, sendi, ginjal, sel darah, dan sistem saraf. Diagnosing and managing SLE in the emergency department can be very challenging if it is not considered in one’s differential diagnosis. Mendiagnosis dan mengelola lupus di departemen darurat dapat sangat menantang jika tidak dipertimbangkan dalam diagnosis diferensial seseorang. Also, the laboratory testing of SLE may be unavailable on an emergent basis. Juga, tes laboratorium dari SLE mungkin tidak tersedia pada dasar yang bersifat mendadak.
Pathophysiology Patofisiologi
Systemic lupus erythematosus (SLE) is a multifactorial disease involving genetic, environmental, and hormonal factors. Sistemik lupus erythematosus (SLE) adalah penyakit multifaktor yang melibatkan genetik, lingkungan, dan faktor hormon. Its precise pathogenesis is unclear. Patogenesis yang tepat tidak jelas. There is growing evidence in favor of a clearance deficiency of apoptotic cells as the core mechanism in the pathogenesis of SLE. 1 Defective clearance of apoptotic cells causes secondary necrosis with release of intracellular content and inflammatory mediators. Ada semakin banyak bukti yang mendukung suatu clearance kekurangan apoptotic inti sel sebagai mekanisme dalam patogenesis dari SLE. 1 Defective izin dari sel-sel apoptotic menyebabkan nekrosis sekunder dengan pelepasan konten intraselular dan mediator inflamasi. Macrophages respond and present self-antigens to T and B cells. 1 Makrofag menanggapi dan sekarang antigen diri ke T dan B sel. 1

Pathogenic autoantibodies are the primary cause of tissue damage in patients with lupus. Patogenik autoantibodies adalah penyebab utama dari kerusakan jaringan pada pasien dengan lupus. The production of these antibodies arises by means of complex mechanisms involving every key facet of the immune system. 2 The abnormal cellular and humoral response to the formation of these autoantibodies is modulated by genetic, environmental, and hormonal factors: Produksi antibodi ini timbul melalui mekanisme yang kompleks yang melibatkan setiap aspek kunci dari sistem kekebalan tubuh. 2 The abnormal seluler dan humoral terhadap pembentukan autoantibodies ini dimodulasi oleh genetik, lingkungan, dan faktor-faktor hormonal:
• Genetic factors Faktor genetik
o Genes of the MHC HLA-A1, B8, and DR3 have been linked to lupus. Gen dari MHC HLA-A1, B8, dan DR3 telah dikaitkan dengan lupus.
o Genetic deficiency of complement factors C1q, C2, or C4 Genetik kekurangan faktor komplemen C1q, C2, atau C4
• Environmental factors 3 Faktor-faktor lingkungan 3
o Occupational exposure – Silica, pesticides, mercury Occupational exposure – Silika, pestisida, merkuri
o Drugs – Many drugs have been implicated in drug-induced lupus. Obat – Banyak obat telah terlibat dalam obat-induced lupus.
o Sunlight Matahari
• Epstein-Barr virus (EBV) has also been identified as a possible factor in the development of lupus. 3 Epstein-Barr (EBV) juga telah diidentifikasi sebagai faktor yang mungkin dalam perkembangan lupus. 3
Fisik
• Fever is a challenging problem in systemic lupus erythematosus (SLE). Demam adalah masalah yang menantang sistemik lupus erythematosus (SLE). It can be a manifestation of active lupus or a representation of infection, malignancy, or drug reaction. Ini bisa menjadi sebuah manifestasi lupus aktif atau representasi infeksi, keganasan, atau reaksi obat. Lower-grade temperature is observed in patients on immunosuppressive agents. Kelas rendah suhu diamati pada pasien pada agen imunosupresif.
o Patients with fever need to have infectious causes ruled out — both viral and bacterial. Pasien dengan demam harus memiliki mengesampingkan penyebab infeksi – baik virus dan bakteri. Patients with SLE who are on immunosuppressive therapy are at a higher risk of death due to viruses (ie, herpes simplex virus [HSV], cytomegalovirus [CMV], varicella-zoster virus [VZV]) and should be treated accordingly if a viral illness is suspected. 19 Pasien dengan SLE yang berada di terapi imunosupresif berada pada risiko kematian lebih tinggi akibat virus (yaitu, herpes simplex virus [HSV], sitomegalovirus [CMV], varicella-zoster virus [VZV]) dan harus diperlakukan sesuai jika virus penyakit dicurigai. 19
o An infection can mimic a lupus flare and delays in diagnosis and institution of Infeksi dapat menyerupai lupus suar dan penundaan dalam diagnosis dan lembaga
treatment result in increased mortality. 20 pengobatan mengakibatkan meningkatnya angka kematian. 20
• Malar rash is a fixed erythema that spares the nasolabial folds. Malang ruam eritema yang tetap suku cadang yang nasolabial lipatan. It is a butterfly rash that can be flat or raised over the cheeks and bridge of the nose. Ini adalah ruam kupu-kupu yang dapat flat atau dibesarkan di atas pipi dan jembatan hidung. It also often involves the chin and ears. Ini juga sering melibatkan dagu dan telinga.

Rheumatoid Arthritis (RA)
Rheumatoid arthritis (RA) adalah penyakit autoimun yang menyebabkan peradangan kronis dari sendi. Rheumatoid arthritis can also cause inflammation of the tissue around the joints, as well as in other organs in the body. Rheumatoid arthritis juga dapat menyebabkan peradangan pada jaringan di sekitar sendi, serta organ-organ lain di dalam tubuh. Autoimmune diseases are illnesses that occur when the body’s tissues are mistakenly attacked by their own immune system. Penyakit autoimun adalah penyakit yang terjadi ketika jaringan tubuh yang keliru diserang oleh sistem kekebalan tubuh mereka sendiri. The immune system contains a complex organization of cells and antibodies designed normally to “seek and destroy” invaders of the body, particularly infections. Sistem kekebalan berisi organisasi yang kompleks sel dan antibodi yang dirancang biasanya untuk “mencari dan menghancurkan” penyerbu dari tubuh, terutama infeksi. Patients with autoimmune diseases have antibodies in their blood that target their own body tissues, where they can be associated with inflammation. Pasien dengan penyakit autoimun memiliki antibodi dalam darah mereka yang menargetkan jaringan tubuh mereka sendiri, di mana mereka dapat dikaitkan dengan peradangan. Because it can affect multiple other organs of the body, rheumatoid arthritis is referred to as a systemic illness and is sometimes called rheumatoid disease. Karena dapat mempengaruhi beberapa organ-organ lain dari tubuh, rheumatoid arthritis disebut sebagai penyakit sistemik dan kadang-kadang disebut penyakit rematik.
While rheumatoid arthritis is a chronic illness, meaning it can last for years, patients may experience long periods without symptoms. Sementara rheumatoid arthritis adalah penyakit kronis, yang berarti dapat berlangsung selama bertahun-tahun, pasien mungkin mengalami waktu lama tanpa gejala. However, rheumatoid arthritis is typically a progressive illness that has the potential to cause joint destruction and functional disability. Namun, rheumatoid arthritis adalah penyakit yang biasanya progresif yang memiliki potensi untuk menyebabkan kerusakan sendi dan kecacatan fungsional.

A joint is where two bones meet to allow movement of body parts. Arthritis means joint inflammation. Gabungan adalah tempat di mana dua tulang bertemu untuk memungkinkan pergerakan bagian tubuh. Arthritis berarti peradangan sendi. The joint inflammation of rheumatoid arthritis causes swelling, pain, stiffness, and redness in the joints. Radang sendi rheumatoid arthritis menyebabkan pembengkakan, nyeri, kekakuan, dan kemerahan pada sendi. The inflammation of rheumatoid disease can also occur in tissues around the joints, such as the tendons, ligaments, and muscles. Peradangan dari penyakit rematik juga dapat terjadi pada jaringan di sekitar sendi seperti tendon, ligamen, dan otot.
In some people with rheumatoid arthritis, chronic inflammation leads to the destruction of the cartilage, bone, and ligaments, causing deformity of the joints. Pada beberapa penderita rheumatoid arthritis, peradangan kronis menyebabkan penghancuran tulang rawan, tulang, dan sendi, menyebabkan cacat sendi. Damage to the joints can occur early in the disease and be progressive. Kerusakan pada sendi dapat terjadi pada awal penyakit dan progresif. Moreover, studies have shown that the progressive damage to the joints does not necessarily correlate with the degree of pain, stiffness, or swelling present in the joints. Selain itu, penelitian telah menunjukkan bahwa kerusakan progresif pada sendi tidak berkorelasi dengan tingkat rasa sakit, kekakuan, atau pembengkakan hadir dalam sendi.
Rheumatoid arthritis is a common rheumatic disease, affecting approximately 1.3 million people in the United States, according to current census data. Rheumatoid arthritis adalah penyakit rematik yang umum, yang mempengaruhi sekitar 1,3 juta orang di Amerika Serikat, menurut data sensus saat ini. The disease is three times more common in women as in men. Penyakit ini tiga kali lebih sering terjadi pada wanita seperti pada pria. It afflicts people of all races equally. Itu menimpa orang-orang dari semua ras yang sama. The disease can begin at any age, but it most often starts after 40 years of age and before 60 years of age. Penyakit ini dapat dimulai pada usia berapa pun, tetapi paling sering dimulai setelah usia 40 tahun dan sebelum usia 60 tahun. In some families, multiple members can be affected, suggesting a genetic basis for the disorder. Dalam beberapa keluarga, beberapa anggota dapat dipengaruhi, menyarankan dasar genetik gangguan ini.

Apa yang menyebabkan radang sendi?
The cause of rheumatoid arthritis is unknown. Penyebab rheumatoid arthritis tidak diketahui. Even though infectious agents such as viruses, bacteria, and fungi have long been suspected, none has been proven as the cause. Meskipun agen infeksi seperti virus, bakteri, dan jamur sudah lama dicurigai, tak satu pun telah terbukti sebagai penyebab. The cause of rheumatoid arthritis is a very active area of worldwide research. Penyebab rheumatoid arthritis adalah wilayah yang sangat aktif di seluruh dunia penelitian. It is believed that the tendency to develop rheumatoid arthritis may be genetically inherited. Hal ini diyakini bahwa kecenderungan untuk mengembangkan rheumatoid arthritis mungkin secara genetik diwariskan. It is also suspected that certain infections or factors in the environment might trigger the activation of the immune system in susceptible individuals. Hal ini juga diduga bahwa infeksi atau faktor-faktor tertentu di lingkungan dapat memicu pengaktifan sistem kekebalan individu rentan. This misdirected immune system then attacks the body’s own tissues. Ini salah arah sistem kekebalan tubuh kemudian menyerang jaringan tubuh sendiri. This leads to inflammation in the joints and sometimes in various organs of the body, such as the lungs or eyes. Hal ini menyebabkan peradangan pada sendi dan kadang-kadang dalam berbagai organ tubuh, seperti paru-paru atau mata.
Regardless of the exact trigger, the result is an immune system that is geared up to promote inflammation in the joints and occasionally other tissues of the body. Terlepas dari pemicu yang tepat, hasilnya adalah sistem kekebalan yang bersiap untuk mempromosikan peradangan pada sendi dan kadang-kadang jaringan lain dari tubuh. Immune cells, called lymphocytes, are activated and chemical messengers (cytokines, such as tumor necrosis factor/TNF, interleukin-1/IL-1, and interleukin-6/IL-6) are expressed in the inflamed areas. Sel imun, yang disebut limfosit, yang diaktifkan dan rasul kimia (sitokin, seperti tumor necrosis factor / TNF, interleukin-1/IL-1, dan interleukin-6/IL-6) dinyatakan dalam daerah yang meradang.
Environmental factors also seem to play some role in causing rheumatoid arthritis. Faktor lingkungan juga tampaknya memainkan peran dalam menyebabkan rheumatoid arthritis. For example, scientists have reported that smoking tobacco increases the risk of developing rheumatoid arthritis. Sebagai contoh, para ilmuwan telah melaporkan bahwa merokok tembakau meningkatkan risiko pengembangan rheumatoid arthritis.
What are the symptoms and signs of rheumatoid arthritis? Apa saja gejala dan tanda-tanda radang sendi?
The symptoms of rheumatoid arthritis come and go, depending on the degree of tissue inflammation. Gejala rheumatoid arthritis datang dan pergi, tergantung pada tingkat peradangan jaringan. When body tissues are inflamed, the disease is active. Ketika jaringan tubuh yang meradang, penyakit ini aktif. When tissue inflammation subsides, the disease is inactive (in remission). Ketika jaringan peradangan mereda, penyakit ini tidak aktif (dalam pengampunan). Remissions can occur spontaneously or with treatment and can last weeks, months, or years. Remisi dapat terjadi secara spontan atau dengan pengobatan dan dapat berlangsung berminggu-minggu, bulan, atau tahun. During remissions, symptoms of the disease disappear, and people generally feel well. Selama remisi, gejala penyakit menghilang, dan orang-orang umumnya merasa baik. When the disease becomes active again (relapse), symptoms return. Ketika penyakit menjadi aktif lagi (kambuh), gejala kembali. The return of disease activity and symptoms is called a flare. Kembalinya aktivitas dan gejala penyakit disebut suar. The course of rheumatoid arthritis varies among affected individuals, and periods of flares and remissions are typical. Kursus rheumatoid arthritis yang terkena bervariasi antar individu, dan periode suar dan remisi yang khas.
When the disease is active, symptoms can include fatigue, loss of energy, lack of appetite, low-grade fever, muscle and joint aches, and stiffness. Ketika penyakit ini aktif, gejala dapat meliputi kelelahan, kehilangan energi, kurangnya nafsu makan, demam ringan, nyeri otot dan sendi, dan kekakuan. Muscle and joint stiffness are usually most notable in the morning and after periods of inactivity. Otot dan kekakuan sendi biasanya paling dikenal di pagi hari dan setelah masa non-aktif. Arthritis is common during disease flares. Common arthritis adalah penyakit selama suar. Also during flares, joints frequently become red, swollen, painful, and tender. Juga selama suar, sendi sering menjadi merah, bengkak, nyeri, dan empuk. This occurs because the lining tissue of the joint (synovium) becomes inflamed, resulting in the production of excessive joint fluid (synovial fluid). Hal ini terjadi karena jaringan lapisan sendi (synovium) menjadi meradang, menyebabkan produksi berlebihan cairan sendi (cairan sinovial). The synovium also thickens with inflammation (synovitis). The synovium juga mengental dengan peradangan (synovitis).
In rheumatoid arthritis, multiple joints are usually inflamed in a symmetrical pattern (both sides of the body affected). Dalam rheumatoid arthritis, multiple sendi biasanya meradang dalam pola simetris (kedua sisi tubuh terpengaruh). The small joints of both the hands and wrists are often involved. Sendi kecil kedua tangan dan pergelangan tangan sering terlibat. Simple tasks of daily living, such as turning door knobs and opening jars, can become difficult during flares. Tugas-tugas sederhana kehidupan sehari-hari, seperti memutar kenop pintu dan membuka stoples, bisa menjadi sulit selama suar. The small joints of the feet are also commonly involved. Sendi kecil kaki juga sering terlibat. Occasionally, only one joint is inflamed. Kadang-kadang, hanya satu sendi meradang. When only one joint is involved, the arthritis can mimic the joint inflammation caused by other forms of arthritis, such as gout or joint infection. Ketika hanya satu sendi yang terlibat, artritis dapat menyerupai peradangan sendi yang disebabkan oleh bentuk-bentuk lain arthritis, seperti gout atau infeksi sendi. Chronic inflammation can cause damage to body tissues, including cartilage and bone. Peradangan kronis dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan tubuh, termasuk tulang rawan dan tulang. This leads to a loss of cartilage and erosion and weakness of the bones as well as the muscles, resulting in joint deformity, destruction, and loss of function. Hal ini menyebabkan hilangnya kartilago dan erosi dan kelemahan tulang serta otot, yang mengakibatkan deformitas sendi, kerusakan, dan kehilangan fungsi. Rarely, rheumatoid arthritis can even affect the joint that is responsible for the tightening of our vocal cords to change the tone of our voice, the cricoarytenoid joint. Jarang, rematik bahkan dapat mempengaruhi sendi yang bertanggung jawab atas pengetatan pita suara kita untuk mengubah nada suara kita, yang cricoarytenoid bersama. When this joint is inflamed, it can cause hoarseness of the voice. Ketika sendi ini meradang, itu dapat menyebabkan suara serak suara.
Since rheumatoid arthritis is a systemic disease, its inflammation can affect organs and areas of the body other than the joints. Sejak rheumatoid arthritis adalah penyakit sistemik, maka peradangan dapat mempengaruhi organ-organ dan bagian tubuh selain sendi. Inflammation of the glands of the eyes and mouth can cause dryness of these areas and is referred to as Sjogren’s syndrome . Peradangan pada kelenjar mata dan mulut dapat menyebabkan kekeringan dan daerah-daerah tersebut disebut sebagai sindrom Sjorgen. Rheumatoid inflammation of the lung lining ( pleuritis ) causes chest pain with deep breathing, shortness of breath, or coughing. Rheumatoid radang selaput paru-paru (radang selaput dada) menyebabkan nyeri dada dengan napas dalam, sesak nafas, atau batuk. The lung tissue itself can also become inflamed, scarred, and sometimes nodules of inflammation (rheumatoid nodules) develop within the lungs. Jaringan paru-paru itu sendiri dapat juga menjadi meradang, terluka, dan kadang-kadang nodul inflamasi (radang nodul) berkembang di dalam paru-paru. Inflammation of the tissue (pericardium) surrounding the heart, called pericarditis , can cause a chest pain that typically changes in intensity when lying down or leaning forward. Peradangan pada jaringan (perikardium) sekitar jantung, yang disebut perikarditis, dapat menyebabkan nyeri dada yang biasanya perubahan intensitas ketika berbaring atau bersandar ke depan. The rheumatoid disease can reduce the number of red blood cells ( anemia ) and white blood cells. Para penyakit rheumatoid dapat mengurangi jumlah sel darah merah (anemia) dan sel-sel darah putih. Decreased white cells can be associated with an enlarged spleen (referred to as Felty’s syndrome ) and can increase the risk of infections. Penurunan sel darah putih dapat dikaitkan dengan pembesaran limpa (disebut sebagai sindrom Felty) dan dapat meningkatkan risiko infeksi. Firm lumps under the skin (rheumatoid nodules) can occur around the elbows and fingers where there is frequent pressure. Perusahaan benjolan di bawah kulit (nodul rheumatoid) dapat terjadi di sekitar siku dan jari di mana ada tekanan sering. Even though these nodules usually do not cause symptoms, occasionally they can become infected. Walaupun nodul ini biasanya tidak menimbulkan gejala, kadang-kadang mereka dapat menjadi terinfeksi. Nerves can become pinched in the wrists to cause carpal tunnel syndrome . Saraf dapat menjadi mencubit di pergelangan tangan menyebabkan carpal tunnel syndrome. A rare, serious complication, usually with long-standing rheumatoid disease, is blood vessel inflammation ( vasculitis ). Sebuah jarang, komplikasi serius, biasanya dengan lama penyakit rematik, peradangan pembuluh darah (vaskulitis). Vasculitis can impair blood supply to tissues and lead to tissue death (necrosis). Vaskulitis dapat mengganggu suplai darah ke jaringan dan menyebabkan kematian jaringan (nekrosis). This is most often initially visible as tiny black areas around the nail beds or as leg ulcers. Ini adalah paling sering pada awalnya terlihat sebagai daerah hitam kecil di sekitar kuku kaki tempat tidur atau seperti bisul.

MYASTHENIA GRAVIS
Myasthenia gravis adalah suatu gangguan autoimun yang ditandai oleh kelemahan otot. The disease tends to strike women more often than men (by a ratio of about 3:2), usually affecting women between the ages of 20 and 40 (Beers MH 2005). Penyakit ini cenderung menyerang perempuan lebih sering daripada laki-laki (dengan rasio sekitar 3:2), biasanya mempengaruhi wanita antara usia 20 dan 40 (Beers MH 2005). After about age 50, both sexes tend to be equally affected (Phillips LH 1994). Setelah sekitar usia 50, kedua jenis kelamin cenderung sama-sama terkena dampak (LH Phillips 1994).
Although the disease is progressive and can affect any muscle groups, people afflicted with myasthenia gravis often have weakness of face, tongue, and neck. Walaupun penyakit ini progresif dan dapat mempengaruhi setiap kelompok otot, orang-orang yang menderita myasthenia gravis sering memiliki kelemahan wajah, lidah, dan leher. This muscle weakness might result in double vision or drooping eyelids, which along with difficulty chewing, swallowing, and talking, are characteristic symptoms of myasthenia gravis. Kelemahan otot ini dapat mengakibatkan penglihatan ganda atau kendur kelopak mata, yang bersama dengan kesulitan mengunyah, menelan, dan berbicara, adalah karakteristik gejala myasthenia gravis.
Apa Penyebab Myasthenia Gravis?
Penyebab yang mendasari myasthenia gravis tidak diketahui, walaupun mungkin ada komponen genetik, dan ada bukti jelas bahwa penyakit itu entah bagaimana berhubungan dengan kelainan di kelenjar timus. However, even though an exact cause has not been determined, the disease course is fairly well understood. Namun, meskipun penyebab yang tepat belum ditentukan, tentu saja penyakit cukup dipahami dengan baik.
Myasthenia gravis affects the neuromuscular junction, or the area where nerve endings communicate with skeletal muscles. Myasthenia gravis mempengaruhi sambungan otot syaraf, atau daerah tempat saraf berkomunikasi dengan otot rangka. At the neuromuscular junction, nerve endings transmit impulses across a tiny space (called a synapse) to the muscle, causing the muscle to contract. Pada sambungan otot syaraf, saraf mengirimkan impuls di ruang kecil (yang disebut sinaps) ke otot, menyebabkan otot berkontraksi. When a nerve impulse travels down the nerve, a neurotransmitter called acetylcholine is released from vesicles in the nerve ending into the synapse and bathes acetylcholine receptors located on the muscle side of the synapse, causing the muscle to be stimulated and contract. Ketika impuls saraf bergerak ke saraf, yang disebut neurotransmiter asetilkolin dilepaskan dari vesikula dalam saraf dalam sinaps dan menggenangi asetilkolin reseptor yang terletak di sisi otot sinaps, menyebabkan otot untuk dirangsang dan kontrak.
The reaction is short-lived; in a very brief time, the acetylcholine in the receptor is metabolized into its components (acetate and choline) by an enzyme called acetylcholinesterase. Reaksi singkat, dalam waktu yang sangat singkat, maka asetilkolin pada reseptor dimetabolisme ke dalam komponen-komponen (asetat dan kolin) oleh enzim yang disebut acetylcholinesterase. Any remaining acetylcholine diffuses away from the receptors. Berdifusi asetilkolin yang tersisa dari reseptor.
Among people with myasthenia gravis, this normal impulse transmission is disrupted by T-cell-mediated autoantibodies that target the body’s own acetylcholine receptors and block them. Di antara orang-orang dengan myasthenia gravis, ini normal transmisi impuls terganggu oleh T-sel-diperantarai autoantibodies yang menargetkan tubuh reseptor asetilkolin sendiri dan blok mereka. If enough receptors are blocked by autoantibodies, then the muscle contraction will be weak, causing the principal symptoms of myasthenia gravis. Jika cukup reseptor diblokir oleh autoantibodies, maka kontraksi otot akan menjadi lemah, menyebabkan gejala utama myasthenia gravis.
The disease also affects the synapse in other ways besides blocking the acetylcholine receptors. Penyakit juga mempengaruhi sinaps dengan cara lain selain memblokir reseptor asetilkolin. On the muscle side of the synapse, acetylcholine receptors are normally grouped closely in tight synaptic folds. Di sisi otot sinaps, reseptor asetilkolin biasanya dikelompokkan erat dalam lipatan sinaptik ketat. In myasthenia gravis, however, the autoantibodies work in concert with complement proteins (also part of the immune system) to damage and spread out the receptors and widen the synaptic folds. Pada myasthenia gravis Namun, bekerja di autoantibodies konser dengan melengkapi protein (juga bagian dari sistem kekebalan tubuh) untuk merusak dan menyebar ke luar dan memperluas reseptor sinaptik lipatan. The result is fewer receptors. Hasilnya adalah lebih sedikit reseptor.
In recent years, several interesting theories have been advanced to explain myasthenia gravis. Dalam beberapa tahun terakhir, beberapa menarik teori telah dikemukakan untuk menjelaskan myasthenia gravis. Up to 90 percent of people with myasthenia gravis suffer from some form of abnormality in the thymus gland. Sampai 90 persen orang dengan myasthenia gravis mengalami beberapa bentuk kelainan dalam kelenjar timus. The thymus gland is where T cells—the chief immune cell involved in myasthenia gravis—are produced and “schooled.” About 70 percent of people with myasthenia gravis have an enlarged thymus gland (hyperplasia), and 20 percent have (usually benign) thymic tumors called thymomas (Onodera H 2005). Kelenjar timus di mana T sel-sel kekebalan kepala yang terlibat dalam myasthenia gravis-diproduksi dan “disekolahkan.” Sekitar 70 persen orang dengan myasthenia gravis mengalami pembesaran kelenjar timus (hiperplasia), dan 20 persen telah (biasanya jinak) thymic tumor disebut thymomas (Onodera H 2005). By studying cells from thymomas and tissue from the thymus gland, scientists have begun to develop a unified theory that might one day explain the cause of myasthenia gravis. Dengan mempelajari sel-sel dari thymomas dan jaringan dari kelenjar timus, para ilmuwan telah mulai mengembangkan teori terpadu yang mungkin suatu hari menjelaskan penyebab myasthenia gravis.
According to this theory, the myoid cells in the thymus might be responsible for the autoimmune reaction seen in myasthenia gravis. Menurut teori ini, sel-sel dalam myoid timus mungkin bertanggung jawab atas reaksi autoimun dilihat pada myasthenia gravis. Myoid cells are musclelike cells within the thymus gland. Musclelike sel Myoid sel dalam kelenjar timus. Recent studies have shown that T cells are first sensitized against myoid cells within the thymus. Studi terbaru menunjukkan bahwa sel T pertama myoid peka terhadap sel-sel di dalam timus. This has two effects. Ini memiliki dua efek. First, it causes the microscopic thymus changes seen in early-onset myasthenia gravis, which occurs before the age of 40. Pertama, hal itu menyebabkan perubahan timus mikroskopis terlihat pada awal-awal myasthenia gravis, yang terjadi sebelum usia 40 tahun. These changes resemble the changes that will eventually be seen in skeletal muscles. Perubahan ini mirip dengan perubahan yang pada akhirnya akan dilihat dalam kerangka otot. Second, the sensitization of T cell antibodies to myoid cells causes the formation of germinal centers, which are key facilitators in the autoimmune reaction against the body’s acetylcholine receptors (Shiono H et al 2003; Roxanis I et al 2002). Kedua, sensitisasi sel T antibodi terhadap sel-sel myoid menyebabkan pembentukan pusat-pusat germinal, yang merupakan kunci fasilitator dalam reaksi autoimun tubuh terhadap reseptor asetilkolin (Shiono H et al 2003; Roxanis Aku et al 2002).
Building on this work, researchers have looked more recently at the role of inflammatory cytokines in myasthenia gravis. Bangunan pada pekerjaan ini, para peneliti telah tampak lebih baru-baru ini pada peran sitokin peradangan di myasthenia gravis. In several intriguing studies, teams of scientists have discovered that the expression of acetylcholine receptors is modified by inflammatory cytokines such as tumor necrosis factor-alpha. Dalam beberapa studi yang menarik, tim ilmuwan telah menemukan bahwa ekspresi reseptor asetilkolin dimodifikasi oleh inflamasi sitokin seperti tumor necrosis factor-alpha. These pro-inflammatory chemicals have been implicated in other autoimmune diseases, such as multiple sclerosis and Lou Gehrig’s disease. Ini bahan kimia pro-inflamasi telah terlibat dalam penyakit autoimun lainnya, seperti multiple sclerosis dan penyakit Lou Gehrig. In one study, researchers found that cytokine activity was enhanced in the myasthenia gravis thymus, possibly influencing acetylcholine-receptor expression and contributing to the initiation of the autoimmune response (Poea-Guyon S et al 2005). Dalam sebuah studi, para peneliti menemukan bahwa aktivitas sitokin disempurnakan di myasthenia gravis timus, mungkin mempengaruhi reseptor asetilkolin-ekspresi dan memberikan kontribusi bagi inisiasi dari respon autoimun (Poea-Guyon S et al 2005). While this research is still preliminary, it offers novel therapeutic targets for the future. Meskipun penelitian ini masih awal, novel ini menawarkan terapi target untuk masa depan.

Symptoms of Myasthenia Gravis Gejala Myasthenia Gravis
People with myasthenia gravis generally experience specific muscle weakness, such as in the eye, especially with repeated use of the muscles. Orang dengan myasthenia gravis umumnya mengalami kelemahan otot spesifik, seperti di mata, terutama dengan penggunaan berulang otot. This weakness often has a characteristic pattern; muscles of the face and head are involved early in the disease. Kelemahan ini sering memiliki karakteristik pola otot wajah dan kepala yang terlibat di awal penyakit. Drooping eyelids and double vision are the most common early complaints (Kasper DL et al 2005). Terkulai kelopak mata dan penglihatan ganda merupakan awal yang paling umum keluhan (Kasper DL et al 2005). People afflicted may also have difficulty chewing or facial weakness that affects their smile and might experience a nasal quality to their voice because of weakness in the palate. Orang yang menderita mungkin juga mengalami kesulitan mengunyah atau kelemahan wajah yang mempengaruhi senyuman dan mungkin mereka mengalami kualitas nasal suara mereka karena kelemahan di langit-langit mulut.
The progress of the disease is variable, with periods of remission followed by exacerbations. Perkembangan penyakit ini variabel, dengan periode pengampunan diikuti oleh eksaserbasi. In about 85 percent of cases, the weakness will progress to a generalized weakness that affects large muscle groups. Dalam sekitar 85 persen dari kasus, kelemahan akan maju ke kelemahan umum yang mempengaruhi kelompok otot besar.
At some point in the illness (usually within two to three years after diagnosis), 12 percent to 16 percent of myasthenia gravis patients will experience a crisis episode, in which the weakness becomes so severe that breathing is compromised and respiratory assistance is required (Berrouschot J et al 1997; Cohen MS et al 1981). Pada titik tertentu dalam penyakit (biasanya dalam waktu dua sampai tiga tahun setelah diagnosis), 12 persen menjadi 16 persen dari pasien akan myasthenia gravis mengalami krisis episode, di mana kelemahan menjadi begitu parah sehingga pernapasan terganggu dan pernafasan bantuan diperlukan (Berrouschot J et al 1997; Cohen MS et al 1981). This eventuality is most likely in people who also have a tongue and mouth weakness or a thymoma (Berrouschot J et al 1997; Cohen MS et al 1981; Thomas CE et al 1997). Ini kemungkinan yang paling mungkin pada orang-orang yang juga memiliki lidah dan mulut kelemahan atau thymoma (Berrouschot J et al 1997; Cohen MS et al 1981; Thomas M et al 1997).
The disease myasthenia gravis is distinguishable from congenital myasthenic syndromes. Penyakit myasthenia gravis dapat dibedakan dari sindrom myasthenic bawaan. These syndromes are caused by genetic defects in the acetylcholine receptor and other components of the neuromuscular junction. Sindrom ini disebabkan oleh cacat genetika dalam reseptor asetilkolin dan komponen lain dari sambungan otot syaraf. Although they share symptoms, the illnesses respond differently to treatments. Meskipun mereka berbagi gejala, penyakit menanggapi berbeda terhadap pengobatan.

Aggravating Factors for Myasthenia Gravis Faktor-faktor menjengkelkan untuk Myasthenia Gravis
Myasthenia gravis is frequently associated with chronic infections of any kind. Myasthenia gravis sering dikaitkan dengan infeksi kronis apapun. These infections may cause a myasthenia crisis or exacerbate existing conditions by provoking a T-cell-mediated immune response. Infeksi ini dapat menyebabkan krisis atau myasthenia memperburuk kondisi yang ada dengan memprovokasi T-sel respon imun diperantarai. Below are other aggravating factors for myasthenia gravis: Berikut adalah faktor-faktor lain yang menjengkelkan untuk myasthenia gravis:

• Hormone fluctuation . Fluktuasi hormon. One study documented a relationship between the female menstrual cycle and myasthenia gravis. Satu penelitian mendokumentasikan hubungan antara siklus menstruasi perempuan dan myasthenia gravis. Of the women studied, 67 percent reported exacerbation of their symptoms two to three days prior to the menstrual period. Wanita yang diteliti, 67 persen melaporkan gejala eksaserbasi dari mereka dua atau tiga hari sebelum periode menstruasi. These exacerbations frequently required therapeutic changes (Leker RR et al 1998). Eksaserbasi ini sering diperlukan perubahan terapeutik (Leker RR et al 1998). Both progesterone and estrogen levels are lowest at that time of the cycle. Baik progesteron dan estrogen tingkat terendah pada waktu itu siklus.
• Pesticides . Pestisida. Many pesticides contain organophosphorus chemicals that inhibit the acetylcholinesterase enzyme. Banyak pestisida organophosphorus mengandung bahan kimia yang menghambat enzim acetylcholinesterase. Although these agents may produce a cholinergic crisis in anyone who is excessively exposed, myasthenia gravis patients on antiacetylcholinesterase medication are especially susceptible. Meskipun agen ini dapat menghasilkan krisis di cholinergic siapa saja yang terlalu terekspos, myasthenia gravis antiacetylcholinesterase pengobatan pasien pada khususnya rentan. Halides (like chlorine and fluorine) may pose additional risk for myasthenia gravis patients. Halida (seperti klorin dan fluor) dapat menimbulkan risiko tambahan untuk pasien myasthenia gravis. In one case report, an individual was exposed to chlorine gas and subsequently developed generalized myasthenia gravis (Foulks CJ 1981). Dalam salah satu laporan kasus, seorang individu yang terkena gas klor dan kemudian dikembangkan umum myasthenia gravis (Foulks CJ 1981). Fluoride is also implicated, and fluoridated water may trigger a myasthenia gravis crisis or contribute to long-term deterioration, with extreme exhaustion and muscle weakness (Waldbott GL 1998). Fluorida juga terlibat, dan air fluoride dapat memicu krisis atau myasthenia gravis berkontribusi terhadap kerusakan jangka panjang, dengan sangat kelelahan dan kelemahan otot (Waldbott GL 1998).

Hello world!

April 12, 2010

Welcome to WordPress.com. This is your first post. Edit or delete it and start blogging!